Hari esok adalah misteri dan tak seorang manusiapun yang bisa mengetahuinya. Orang kita jumpai pada hari ini dalam keadaan segar bugar bisa jadi keesokan harinya sudah terbujur kaku di sebuah peti mati. Bukankah hal yang seperti ini sering kita lihat? Kemarin kita masih ngobrol panjang lebar, tetapi hari ini kita menerima sepucuk surat pemberitahuan kematian dan waktu penguburannya. Tak perlu terkejut, sebab itulah kehidupan.
Melihat pengetahuan manusia yang terus berkembang, rasanya kita dibuat semakin kagum saja. Penemuan-penemuan mutakhir abad ini menunjukkan bahwa semakin hari semakin hebat saja pengetahuan manusia. Mulai dari alat-alat medis yang memungkinkan mencangkok ginjal, sistem komputer nan canggih, penjelajahan ke ruang angkasa yang sepertinya mustahil dan masih banyak lagi. Tetapi sehebat-hebatnya manusia menciptakan berbagai penemuan mutakhir, mereka tetap saja tak bisa memecahkan misteri hari esok. Kalau sudah berbicara tentang hari esok, maka pengetahuan yang tinggi itu tiba-tiba merosot sampai ke titik nol.
Kita boleh jadi orang yang sangat jenius dan brilian dalam segala hal, namun tetap saja kita tak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Hari esok adalah misteri ilahi dan tak ada seorang manusia yang bisa memahami dan memprediksikannya dengan pasti.
Karena kita tidak tahu apa yang terjadi di hari esok, sungguh bijaksana kalau kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan yang empunya hari esok. Kita tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada hari esok, tapi kita bisa mempersiapkannya. Dan isilah rencana hari esok dengan perbuatan-2 mulia sebagai rasa syukur kita masih diberika kesempatan oleh-NYA untuk terus berkarya.
Minggu, 23 Mei 2010
Minggu, 16 Mei 2010
Fokus Pada Solusi Bukan Pada Masalah
Nicolo Paganini adalah seorang pemain biola classic. Setiap pertunjukan yang digelarnya selalu dihadiri ratusan orang dan tiket yang dijual pun pasti habis. Paganini memang luar biasa. Bila biola sudah dimainkan, siapapun yang mendengar pastilah akan hanyut dalam setiap petikan dawainya. Bila dia memainkan musik bertema bahagia, maka bahagialah perasaan mereka yang mendengarnya hingga dunia terasa indah. Bagitu juga bila dia memainkan musik bertema kesedihan, maka sedihlah mereka yang mendengarnya hingga tanpa terasa meneteskan air mata. Kalau ada musisi yang selalu dibicarakan, itu tidak lain pastilah Nicolo Paganini Sang Pemain Biola.
Suatu hari, Paganini berencana untuk mengadakan sebuah pertunjukan. Lain dengan sebelumnya, kali ini dia akan mengadakan pertunjukkan yang akan menghebohkan seantero Italia. Pertunjukan paling berkesan yang takkan dilupakan oleh masyarakat Italia hingga puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.
Untuk hal tersebut, Paganini menyiapkan segala-galanya. Dia tidak ingin pertunjukan termegahnya itu tampil mengecewakan. Berbagai pilihan lagu yang berkualitas dicari dan dikumpulkannya. Tak lupa pula segera berita pertunjukan tersebut disebarkan ke seluruh penjuru Italia. Dengan demikian dalam waktu singkat saja, orang-orang sudah membicarakan seperti apa nanti kira-kira pertunjukan yang akan digelar oleh Paganini.
Hari H pun tiba. Seluruh tiket yang ada sudah habis terjual sejak tiga hari sebelumnya. Harganya, tentu 2x lipat dari harga pertunjukan biasa karena ini adalah pertunjukan terhebatnya. Para audience pun tak peduli meski mereka tidak mendapatkan tempat duduk (karena penuhnya). Mereka hanya ingin mendengar alunan dawai biola Sang Paganini.
Pertunjukan dimulai. Untuk malam itu, Paganini menyiapkan 10 lagu terbaiknya. Dia yakin malam itu akan menjadi malam yang tidak terlupakan. Satu demi satu lagu yang telah dipersiapkan sebelumnya dia mainkan. Suasana tribun silih berganti. Kadang penuh dengan senyum kebahagiaan. Kadang penuh dengan isak tangis para penonton. Ini semua tergantung tema musik yang dimainkan oleh Paganini. Semua berjalan lancar pada awalnya.
Ketika Paganini memainkan lagu ke-10, tiba-tiba saja musibah itu terjadi. Satu dawainya tiba-tiba putus. Pertanda apakah ini? Seluruh penonton pun berdiri dan memberikan tepuk tangan. Mereka menyerukan kepada Paganini bahwa mereka mengerti dan akan menunggu Paganini untuk mengganti dawai biolanya terlebih dahulu. Namun apa yang terjadi? Paganini berkata melalui microphonenya, “Paganini dengan 3 dawai biola.” Dia pun memainkan lagu ke-10 tersebut dengan 3 dawai saja.
Lagi-lagi kesialan itu datang. Dawainya kembali putus hingga tersisa 2 buah saja. Namun tetap saja Paganini hanya berkata, “Paganini dengan 2 dawai biola.” Dan dia pun memainkannya dengan dua dawai biola yang tersisa. Penonton pun semakin larut dalam permainannya yang sungguh menggugah hati.
Hingga… Tus…, putuslah dawai ketiga. Kini hanya tersisa satu dawai saja. “Petaka apa ini?”, pikir Paganini. Reaksi penonton kali ini terdiam. Mereka memberikan tepukan tangan perlahan. Mereka terus memberikan segenap dukungan pada Paganini sembari menyerukannya untuk mengganti biolanya. Mereka memaklumi itu semua. Namun, apa reaksi Paganini?
Dia hanya berdoa dalam hati dan berkata, “Paganini dengan 1 dawai biola.” Dia tahu itu sulit. Tapi dia terus meyakinkan dirinya bahwa Paganini akan menampilkan pertunjukan yang takkan terlupakan. Dia fokus pada tujuan akhirnya, konser yang sukses. Dengan susah payah, dia mencoba menemukan permainannya yang bisa terdengar indah hanya dengan 1 dawai. Dia tidak fokus pada masalah putusnya 3 dawai.
Luar biasa… ibarat sebuah keajaiban, permainannya menjadi sangat indah. Permainan yang bahkan lebih bagus dan memberikan kesan mendalam dibandingkan dengan 9 lagu sebelumnya. Dan pertunjukan itu dia tutup dengan manisnya sembari mengucapkan terima kasih pada penonton yang selalu mendukungkan. Banjir air mata dan suara tepuk tangan pun tak terelakkan lagi.
Maka semenjak pertunjukan termegah malam itu, tak pernah ada musik yang dibicarakan selain permainan Sang Pemain Biola 1 Dawai… Siapa lagi kalau bukan Nicolo Paganini.
Nah, sepengal kisah hidup Paganini Sang Pemain Biola 1 Dawai sudah saya sharingkan. Sekarang waktunya kita bedah pelajaran apa yang bisa diambil di dalamnya.
Ketika memainkan biolanya, dawai Paganini putus satu persatu. Itu tentu merupakan sebuah masalah. Namun, lihatlah bagaimana Paganini bersikap. Dia tidak peduli dengan masalah itu. Paganini tidak memfokuskan dirinya pada masalah. Dia memilih untuk bersikap tenang dan fokus bagaimana solusi pemecahan dari masalahnya. Sekali lagi bukan pada masalah, tapi fokus pada solusi.
Paganini bisa melakukan itu semua karena dia memiliki sebuah keyakinan yang mendalam serta visi yang begitu berakar di dalam hatinya. Visinya adalah menjadikan pertunjukan malam itu menjadi pertunjukkan yang tidak akan terlupakan sepanjang masa dan dia yakin pasti bisa mewujudkannya.
Ngomong-ngomong, kalau kita senantiasa fokus pada solusi ketika masalah datang, maka kita memberikan kesempatan pada otak kita (khususnya sisi kreatifitas) untuk bekerja dan mencari jalan keluarnya. Kalau ini sering dilakukan maka sama artinya kita melatih otak untuk kreatif dan inovatif.
Sebaliknya, manakala kita fokus pada masalah yang ada, maka kita menutup jalan otak kita untuk bisa berpikir dan berkembang. Ujung-ujungnya, hanya mengeluh dan selalu merasa tidak pernah ada jalan keluar untuk masalah ini. Kalau Anda tertarik mempelajari hal ini lebih dalam, silahkan baca buku “MANAGE YOUR MIND FOR SUCCESS” karangan Adi W. Gunawan.
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.
Suatu hari, Paganini berencana untuk mengadakan sebuah pertunjukan. Lain dengan sebelumnya, kali ini dia akan mengadakan pertunjukkan yang akan menghebohkan seantero Italia. Pertunjukan paling berkesan yang takkan dilupakan oleh masyarakat Italia hingga puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.
Untuk hal tersebut, Paganini menyiapkan segala-galanya. Dia tidak ingin pertunjukan termegahnya itu tampil mengecewakan. Berbagai pilihan lagu yang berkualitas dicari dan dikumpulkannya. Tak lupa pula segera berita pertunjukan tersebut disebarkan ke seluruh penjuru Italia. Dengan demikian dalam waktu singkat saja, orang-orang sudah membicarakan seperti apa nanti kira-kira pertunjukan yang akan digelar oleh Paganini.
Hari H pun tiba. Seluruh tiket yang ada sudah habis terjual sejak tiga hari sebelumnya. Harganya, tentu 2x lipat dari harga pertunjukan biasa karena ini adalah pertunjukan terhebatnya. Para audience pun tak peduli meski mereka tidak mendapatkan tempat duduk (karena penuhnya). Mereka hanya ingin mendengar alunan dawai biola Sang Paganini.
Pertunjukan dimulai. Untuk malam itu, Paganini menyiapkan 10 lagu terbaiknya. Dia yakin malam itu akan menjadi malam yang tidak terlupakan. Satu demi satu lagu yang telah dipersiapkan sebelumnya dia mainkan. Suasana tribun silih berganti. Kadang penuh dengan senyum kebahagiaan. Kadang penuh dengan isak tangis para penonton. Ini semua tergantung tema musik yang dimainkan oleh Paganini. Semua berjalan lancar pada awalnya.
Ketika Paganini memainkan lagu ke-10, tiba-tiba saja musibah itu terjadi. Satu dawainya tiba-tiba putus. Pertanda apakah ini? Seluruh penonton pun berdiri dan memberikan tepuk tangan. Mereka menyerukan kepada Paganini bahwa mereka mengerti dan akan menunggu Paganini untuk mengganti dawai biolanya terlebih dahulu. Namun apa yang terjadi? Paganini berkata melalui microphonenya, “Paganini dengan 3 dawai biola.” Dia pun memainkan lagu ke-10 tersebut dengan 3 dawai saja.
Lagi-lagi kesialan itu datang. Dawainya kembali putus hingga tersisa 2 buah saja. Namun tetap saja Paganini hanya berkata, “Paganini dengan 2 dawai biola.” Dan dia pun memainkannya dengan dua dawai biola yang tersisa. Penonton pun semakin larut dalam permainannya yang sungguh menggugah hati.
Hingga… Tus…, putuslah dawai ketiga. Kini hanya tersisa satu dawai saja. “Petaka apa ini?”, pikir Paganini. Reaksi penonton kali ini terdiam. Mereka memberikan tepukan tangan perlahan. Mereka terus memberikan segenap dukungan pada Paganini sembari menyerukannya untuk mengganti biolanya. Mereka memaklumi itu semua. Namun, apa reaksi Paganini?
Dia hanya berdoa dalam hati dan berkata, “Paganini dengan 1 dawai biola.” Dia tahu itu sulit. Tapi dia terus meyakinkan dirinya bahwa Paganini akan menampilkan pertunjukan yang takkan terlupakan. Dia fokus pada tujuan akhirnya, konser yang sukses. Dengan susah payah, dia mencoba menemukan permainannya yang bisa terdengar indah hanya dengan 1 dawai. Dia tidak fokus pada masalah putusnya 3 dawai.
Luar biasa… ibarat sebuah keajaiban, permainannya menjadi sangat indah. Permainan yang bahkan lebih bagus dan memberikan kesan mendalam dibandingkan dengan 9 lagu sebelumnya. Dan pertunjukan itu dia tutup dengan manisnya sembari mengucapkan terima kasih pada penonton yang selalu mendukungkan. Banjir air mata dan suara tepuk tangan pun tak terelakkan lagi.
Maka semenjak pertunjukan termegah malam itu, tak pernah ada musik yang dibicarakan selain permainan Sang Pemain Biola 1 Dawai… Siapa lagi kalau bukan Nicolo Paganini.
Nah, sepengal kisah hidup Paganini Sang Pemain Biola 1 Dawai sudah saya sharingkan. Sekarang waktunya kita bedah pelajaran apa yang bisa diambil di dalamnya.
Ketika memainkan biolanya, dawai Paganini putus satu persatu. Itu tentu merupakan sebuah masalah. Namun, lihatlah bagaimana Paganini bersikap. Dia tidak peduli dengan masalah itu. Paganini tidak memfokuskan dirinya pada masalah. Dia memilih untuk bersikap tenang dan fokus bagaimana solusi pemecahan dari masalahnya. Sekali lagi bukan pada masalah, tapi fokus pada solusi.
Paganini bisa melakukan itu semua karena dia memiliki sebuah keyakinan yang mendalam serta visi yang begitu berakar di dalam hatinya. Visinya adalah menjadikan pertunjukan malam itu menjadi pertunjukkan yang tidak akan terlupakan sepanjang masa dan dia yakin pasti bisa mewujudkannya.
Ngomong-ngomong, kalau kita senantiasa fokus pada solusi ketika masalah datang, maka kita memberikan kesempatan pada otak kita (khususnya sisi kreatifitas) untuk bekerja dan mencari jalan keluarnya. Kalau ini sering dilakukan maka sama artinya kita melatih otak untuk kreatif dan inovatif.
Sebaliknya, manakala kita fokus pada masalah yang ada, maka kita menutup jalan otak kita untuk bisa berpikir dan berkembang. Ujung-ujungnya, hanya mengeluh dan selalu merasa tidak pernah ada jalan keluar untuk masalah ini. Kalau Anda tertarik mempelajari hal ini lebih dalam, silahkan baca buku “MANAGE YOUR MIND FOR SUCCESS” karangan Adi W. Gunawan.
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.
PECUT KEMANDIRIAN
"Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari , maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah. " (HR. Ahmad)
Sahabat seringkali kita memandang sebelah mata sebuah pekerjaan yang membutuhkan peras keringat, lelah fisik dengan resiko yang tinggi. Pedagang-pedagang keliling, Kaki Lima, Tukang Sapu, Nelayan, Petani, Penggembala, Asongan. Apalagi kalau status kita adalah seorang sarjana atau anak orang ternama atau mantan pejabat tinggi, pensiunan pegawai negeri, mungkinkah kita sanggup melakoninya ?
Kenapa tidak ? padahal Allah dan Rasulnya memberi penghargaan yang sangat tinggi untuk mereka yang siap memeras keringat, banting tulang, berkutat dalam lelah dan dahaga untuk mencari nafkah bagi keluarga dan Agamanya.
Suatu hari menjelang Hari Raya Qurban saya kedatangan salah seorang santri saya. Dengan santunnya dia menjabat tangan saya dan berkata “ Ustad Saya jualan kambing, mohon do’anya agar cepat laku dan habis “, jawab saya “ Insya Allah, tapi beritahukan dulu semua panitia Qurban disekitarmu jangan sampai ada yang gak tau kamu jualan kambing Qurban, segera tunaikan panggilan Allah jangan ditunda2 dan Bangunlah Malam Hari untuk Sholat Tahajjud lalu berdo’alah : Ya Allah Engaku Yang Maha Kaya, hanya Engkaulah yang pasti mampu membeli seluruh kambing yang saya jual, hanya Engkau harapanku satu-satunya “. Pada hari H – 2, dia datang lagi kepada saya melaporkan “ Alhamdulillah Ustadz, kambing saya tinggal dua ekor yang kecil “. Saat ini santri saya tersebut rutin berjualan kambing tiap Idul Qurban dan Buka Bengkel Servis Spring Bed, dikaruniai seorang anak mampu beli rumah dan mobil pick up
Sahabat sering kali kita dalam berdagang selalu mengedepankan Penampilan, letak yang strategis, kecanggihan sistem dan manajemen tetapi sering melupakan FAKTOR PENENTU yaitu ALLAH SWT, sejauhmana ketergantungan kita kepada kemahaanNYA ? sejauhmana sistem dan aturanNYA kita implementasikan ?
Ada dua orang dengan panggilan yang sama, yaitu Abah Komar. Yang satu tinggal di sekitar Cikampek berusaha 81 tahun. Dan yang satu lagi adalah tetangga saya di Cimahi dengan usia yang sepertinya tidak jauh dari 80-an. Keduanya sudah tua, namun keduanya memberikan inspirasi bagi saya.
Abah Komar yang di Cikampek, dengan usia setua itu masih berkeliling setiap hari dengan jalan kaki untuk menjajakan jasanya. Rata-rata setiap hari menempuh jarak sampai 20 km. Bukan jarak yang dekat bagi saya, apalagi bagi seorang kakek seusia 81 tahun ini. Jarak yang luar biasa jauh, yang menguras tenaga.
Mengapa Abah Komar melakukan ini? Satu alasan terucap dari mulutnya, yaitu tidak mau merepotkan anak dan cucu. Luar biasa, sebuah keinginan untuk tetap mandiri meski usia sudah senja. Padahal, sudah cukup alasan untuk menggantungkan hidup kepada anak dan cucu.
Sungguh malu, jika ada orang yang masih muda dan kuat tetapi tidak berusaha untuk mandiri. Masih menggantungkan hidup kepada orang lain, mudah menyerah, mengeluh, dan begitu mudah mengatakan sulit. Abah Komar, menempuh jarak 20 km per hari dengan penghasilan Rp 30.000 per hari, demi sebuah kemandirian.
Sementara Abah Komar tetangga saya juga luar biasa. Yang pertama si Abah (begitu saya memanggilnya) hampir tidak pernah absen untuk shalat shubuh di Masjid, bahkan beliaulah yang mengumandangkan adzan subuh dan menjadi iman untuk segelintir makmum yang jarang sekali anak mudanya.
Untuk hal mencari nafkah pun tidak kalah hebatnya. Dengan tubuh yang mungil dan sudah termakan usia, namun tidak kalah gesit dengan anak mudah saat bekerja sebagai kuli bangunan. Mendorong beban yang berat, memasang batu bata, dan berbagai pekerjaan yang menguras tanaga lainnya.
Terima kasih abah Komar (keduanya) yang telah memberikan inspirasi kepada saya agar tidak mudah menyerah. Yang telah memberi semangat menjadi pribadi yang mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain. Memberi contoh untuk memberikan kontribusi kepada orang lain. Semoga saya bisa meneladaninya.
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” ( H.R Bukhari )
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuhkarena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini
mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Sahabat seringkali kita memandang sebelah mata sebuah pekerjaan yang membutuhkan peras keringat, lelah fisik dengan resiko yang tinggi. Pedagang-pedagang keliling, Kaki Lima, Tukang Sapu, Nelayan, Petani, Penggembala, Asongan. Apalagi kalau status kita adalah seorang sarjana atau anak orang ternama atau mantan pejabat tinggi, pensiunan pegawai negeri, mungkinkah kita sanggup melakoninya ?
Kenapa tidak ? padahal Allah dan Rasulnya memberi penghargaan yang sangat tinggi untuk mereka yang siap memeras keringat, banting tulang, berkutat dalam lelah dan dahaga untuk mencari nafkah bagi keluarga dan Agamanya.
Suatu hari menjelang Hari Raya Qurban saya kedatangan salah seorang santri saya. Dengan santunnya dia menjabat tangan saya dan berkata “ Ustad Saya jualan kambing, mohon do’anya agar cepat laku dan habis “, jawab saya “ Insya Allah, tapi beritahukan dulu semua panitia Qurban disekitarmu jangan sampai ada yang gak tau kamu jualan kambing Qurban, segera tunaikan panggilan Allah jangan ditunda2 dan Bangunlah Malam Hari untuk Sholat Tahajjud lalu berdo’alah : Ya Allah Engaku Yang Maha Kaya, hanya Engkaulah yang pasti mampu membeli seluruh kambing yang saya jual, hanya Engkau harapanku satu-satunya “. Pada hari H – 2, dia datang lagi kepada saya melaporkan “ Alhamdulillah Ustadz, kambing saya tinggal dua ekor yang kecil “. Saat ini santri saya tersebut rutin berjualan kambing tiap Idul Qurban dan Buka Bengkel Servis Spring Bed, dikaruniai seorang anak mampu beli rumah dan mobil pick up
Sahabat sering kali kita dalam berdagang selalu mengedepankan Penampilan, letak yang strategis, kecanggihan sistem dan manajemen tetapi sering melupakan FAKTOR PENENTU yaitu ALLAH SWT, sejauhmana ketergantungan kita kepada kemahaanNYA ? sejauhmana sistem dan aturanNYA kita implementasikan ?
Ada dua orang dengan panggilan yang sama, yaitu Abah Komar. Yang satu tinggal di sekitar Cikampek berusaha 81 tahun. Dan yang satu lagi adalah tetangga saya di Cimahi dengan usia yang sepertinya tidak jauh dari 80-an. Keduanya sudah tua, namun keduanya memberikan inspirasi bagi saya.
Abah Komar yang di Cikampek, dengan usia setua itu masih berkeliling setiap hari dengan jalan kaki untuk menjajakan jasanya. Rata-rata setiap hari menempuh jarak sampai 20 km. Bukan jarak yang dekat bagi saya, apalagi bagi seorang kakek seusia 81 tahun ini. Jarak yang luar biasa jauh, yang menguras tenaga.
Mengapa Abah Komar melakukan ini? Satu alasan terucap dari mulutnya, yaitu tidak mau merepotkan anak dan cucu. Luar biasa, sebuah keinginan untuk tetap mandiri meski usia sudah senja. Padahal, sudah cukup alasan untuk menggantungkan hidup kepada anak dan cucu.
Sungguh malu, jika ada orang yang masih muda dan kuat tetapi tidak berusaha untuk mandiri. Masih menggantungkan hidup kepada orang lain, mudah menyerah, mengeluh, dan begitu mudah mengatakan sulit. Abah Komar, menempuh jarak 20 km per hari dengan penghasilan Rp 30.000 per hari, demi sebuah kemandirian.
Sementara Abah Komar tetangga saya juga luar biasa. Yang pertama si Abah (begitu saya memanggilnya) hampir tidak pernah absen untuk shalat shubuh di Masjid, bahkan beliaulah yang mengumandangkan adzan subuh dan menjadi iman untuk segelintir makmum yang jarang sekali anak mudanya.
Untuk hal mencari nafkah pun tidak kalah hebatnya. Dengan tubuh yang mungil dan sudah termakan usia, namun tidak kalah gesit dengan anak mudah saat bekerja sebagai kuli bangunan. Mendorong beban yang berat, memasang batu bata, dan berbagai pekerjaan yang menguras tanaga lainnya.
Terima kasih abah Komar (keduanya) yang telah memberikan inspirasi kepada saya agar tidak mudah menyerah. Yang telah memberi semangat menjadi pribadi yang mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain. Memberi contoh untuk memberikan kontribusi kepada orang lain. Semoga saya bisa meneladaninya.
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” ( H.R Bukhari )
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuhkarena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini
mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Ada Keindahan Dalam Kesulitan.....
Nabi SAW. pernah bersabda;
“Tidaklah
kamu bercampur dengan keduniaan itu melainkan kamu dikotori sebagaimana
orang yang masuk ke air, pasti akan basah”.
Nabi Isa Alaihissalam pernah berkata :
“Orang yang cinta kepada dunia itu ibarat orang yang
meminum air laut, makin diminum makin haus hingga akhirnya ia binasa, namun dahaga tidak juga hilang”.
بسم الله الرحمن الرحيم
Bismillahi minal awwali wal akhiri.... Bismillahi Nawaitu Lilahi Ta'ala.....,
Jika hendak memilih teman sejati atau pasangan hidup sesungguhnya, lihatlah dirinya ketika menghadapi masalah dan bagaimana cara dia menyelesaikan masalah tersebut. Sebab sosok pribadi yang sesungguhnya terlihat disaat bagaimana dia menyeselesaikan masalahnya.
Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin mengatakan bahwa setiap kali target ditingkatkan maka jalannya menjadi sulit, kendalanya banyak dan dibutuhkan waktu lebih lama, kullama zada al mathlub sho`uba masalikuhu wa katsura `aqabatuhu wa thala zamanuhu. Jadi tingkat kesulitan berhubungan dengan tingkat target. Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.
Manusia didesain oleh Alloh SWT dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal manusia bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati manusia bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani manusia bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat manusia dinamis mencari dan dengan hawa nafsu manusia menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.
Manusia di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain manusia juga menyukai kesulitan. Manusia tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung.
Banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa ? karena manusia memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah. Ada keindahan dalam kesulitan yaitu disaat kita menyandarkan semua kesulitan kepada Sang Khaliq.
sumber : agussyafii blog
aku ingin menjadi matahari, yang selalu bersinar di pagi hari, memberi
harapan baru bagi setiap umat manusia..... menyemangati dikala putus asa
dan menemani dikala sendirian.... Sinarku insya Allah memberi panas yang dibutuhkan
untuk sekedar menghangatkan jiwa dan Qalbu yg sakit yg hampir mati dalam kebekuan belantara nafsu Liar Syahwat atau mencoba tuk mau merubah warna jiwa siapa pun para insan umat Islam Diennullah-Nya menjadi aneka nikmat-Nya yg selalu akan bersyukur.....
Hukumi aku dengan kasih sayang-Mu.., bukan dengan keadilan-Mu....
بسم الله الرحمن الرحيم
Bismillahi minal awwali wal akhiri.... Bismillahi Nawaitu Lilahi Ta'ala.....,
Manakala engkau menunutut ganjaran atas suatu amal, maka engkau dituntut keikhlasan dalam beramal. Cukuplah bagi orang yang bimbang jika ia menemukan keselamatan. (Kitab Al Hikam).
Saudaraku, apabila engkau menuntut upah / pahala untuk sesuatu amal perbuatan, pasti engkau juga akan dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam beramal melakukan perbuatan itu.
Terkadang sebuah amal masih banyak cacat celanya di sana sini. Bagi seorang yang merasa belum sempurna amalnya, maka ia harus merasa cukup puas jika ia telah selamat dari tuntutan Allah terhadap (kesempurnaan ibadahnya).
Sahabatku sedapat mungkin janganlah engkau menuntut keadilan kepada Allah. Mungkin engkau mengetahui sebuah dalil, bahwa orang yang beribadah akan masuk surga. Yang karenanya engkau menuntut surga karena engkau telah melakukan suatu ibadah.
Harus kau ketahui ibadah seperti apa yang bisa memasukkan seseorang ke surga. Tentu ibadah yang sempurna bukan ? sahabat, jika ibadahmu tidak sempurna, bukankah masih untung Allah tidak marah dan menghukummu karenanya.”
Saudaraku, janganlah engkau menuntut surga karena ibadah shalatmu. Tapi tuntutlah kasih sayang Allah kepadamu. Jika Allah menyayangimu, maka Ia akan menghukummu dengan kasih sayang-Nya, dan memaafkan ketidaksempurnaan cacat cela ibadahmu. Dengan demikian ibadah shalatmu tetap dianggap ibadah yang sempurna, dan tercatat atas namamu.
Jangan engkau meminta keadilan hukum kepada Allah. Engkau tidak akan sanggup menghadapinya. Jika Allah menghukummu dengan keadilannya, maka cacat dan cela dalam shalatmu dapat melahirkan kemarahan-Nya dan hukuman yang pahit. Sedangkan jika Allah menghukummu dengan kasih sayang-Nya, maka Allah akan seperti seorang ibu, yang akan tetap menyayangi anaknya, walaupun anaknya bengal dan membantah perintahnya.
Sebagaimana dua orang pernah berkata :
Khair Annassaj berkata: Timbangan amalmu itu sesuai dengan perbuatanmu, karena itu mintalah kemurahan kurniaNya, dan itulah yang baik bagimu. Al-Wasithy berkata: Ibadat-ibadat itu lebih dekat kepada mengharap maaf dan ampun daripada mengharap pahala dan upah.
Annash-rabadzy berkata: Ibadat-ibadat itu bila diperhatikan kekurangan-kekurangannya, lebih dekat kepada mengharap maaf daripada mengharap pahala dan upah.
Bukankah seyogianya kita minta maaf sama Allah karena shalat kita yang belepotan itu, kemudian berdoalah seperti ini, “Ya Allah, hukumi aku dengan kasih sayang-Mu, jangan dengan keadilan-Mu.”
Amin......
Semoga Bermanfaat
“Tidaklah
kamu bercampur dengan keduniaan itu melainkan kamu dikotori sebagaimana
orang yang masuk ke air, pasti akan basah”.
Nabi Isa Alaihissalam pernah berkata :
“Orang yang cinta kepada dunia itu ibarat orang yang
meminum air laut, makin diminum makin haus hingga akhirnya ia binasa, namun dahaga tidak juga hilang”.
بسم الله الرحمن الرحيم
Bismillahi minal awwali wal akhiri.... Bismillahi Nawaitu Lilahi Ta'ala.....,
Jika hendak memilih teman sejati atau pasangan hidup sesungguhnya, lihatlah dirinya ketika menghadapi masalah dan bagaimana cara dia menyelesaikan masalah tersebut. Sebab sosok pribadi yang sesungguhnya terlihat disaat bagaimana dia menyeselesaikan masalahnya.
Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin mengatakan bahwa setiap kali target ditingkatkan maka jalannya menjadi sulit, kendalanya banyak dan dibutuhkan waktu lebih lama, kullama zada al mathlub sho`uba masalikuhu wa katsura `aqabatuhu wa thala zamanuhu. Jadi tingkat kesulitan berhubungan dengan tingkat target. Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.
Manusia didesain oleh Alloh SWT dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal manusia bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati manusia bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani manusia bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat manusia dinamis mencari dan dengan hawa nafsu manusia menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.
Manusia di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain manusia juga menyukai kesulitan. Manusia tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung.
Banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa ? karena manusia memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah. Ada keindahan dalam kesulitan yaitu disaat kita menyandarkan semua kesulitan kepada Sang Khaliq.
sumber : agussyafii blog
aku ingin menjadi matahari, yang selalu bersinar di pagi hari, memberi
harapan baru bagi setiap umat manusia..... menyemangati dikala putus asa
dan menemani dikala sendirian.... Sinarku insya Allah memberi panas yang dibutuhkan
untuk sekedar menghangatkan jiwa dan Qalbu yg sakit yg hampir mati dalam kebekuan belantara nafsu Liar Syahwat atau mencoba tuk mau merubah warna jiwa siapa pun para insan umat Islam Diennullah-Nya menjadi aneka nikmat-Nya yg selalu akan bersyukur.....
Hukumi aku dengan kasih sayang-Mu.., bukan dengan keadilan-Mu....
بسم الله الرحمن الرحيم
Bismillahi minal awwali wal akhiri.... Bismillahi Nawaitu Lilahi Ta'ala.....,
Manakala engkau menunutut ganjaran atas suatu amal, maka engkau dituntut keikhlasan dalam beramal. Cukuplah bagi orang yang bimbang jika ia menemukan keselamatan. (Kitab Al Hikam).
Saudaraku, apabila engkau menuntut upah / pahala untuk sesuatu amal perbuatan, pasti engkau juga akan dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam beramal melakukan perbuatan itu.
Terkadang sebuah amal masih banyak cacat celanya di sana sini. Bagi seorang yang merasa belum sempurna amalnya, maka ia harus merasa cukup puas jika ia telah selamat dari tuntutan Allah terhadap (kesempurnaan ibadahnya).
Sahabatku sedapat mungkin janganlah engkau menuntut keadilan kepada Allah. Mungkin engkau mengetahui sebuah dalil, bahwa orang yang beribadah akan masuk surga. Yang karenanya engkau menuntut surga karena engkau telah melakukan suatu ibadah.
Harus kau ketahui ibadah seperti apa yang bisa memasukkan seseorang ke surga. Tentu ibadah yang sempurna bukan ? sahabat, jika ibadahmu tidak sempurna, bukankah masih untung Allah tidak marah dan menghukummu karenanya.”
Saudaraku, janganlah engkau menuntut surga karena ibadah shalatmu. Tapi tuntutlah kasih sayang Allah kepadamu. Jika Allah menyayangimu, maka Ia akan menghukummu dengan kasih sayang-Nya, dan memaafkan ketidaksempurnaan cacat cela ibadahmu. Dengan demikian ibadah shalatmu tetap dianggap ibadah yang sempurna, dan tercatat atas namamu.
Jangan engkau meminta keadilan hukum kepada Allah. Engkau tidak akan sanggup menghadapinya. Jika Allah menghukummu dengan keadilannya, maka cacat dan cela dalam shalatmu dapat melahirkan kemarahan-Nya dan hukuman yang pahit. Sedangkan jika Allah menghukummu dengan kasih sayang-Nya, maka Allah akan seperti seorang ibu, yang akan tetap menyayangi anaknya, walaupun anaknya bengal dan membantah perintahnya.
Sebagaimana dua orang pernah berkata :
Khair Annassaj berkata: Timbangan amalmu itu sesuai dengan perbuatanmu, karena itu mintalah kemurahan kurniaNya, dan itulah yang baik bagimu. Al-Wasithy berkata: Ibadat-ibadat itu lebih dekat kepada mengharap maaf dan ampun daripada mengharap pahala dan upah.
Annash-rabadzy berkata: Ibadat-ibadat itu bila diperhatikan kekurangan-kekurangannya, lebih dekat kepada mengharap maaf daripada mengharap pahala dan upah.
Bukankah seyogianya kita minta maaf sama Allah karena shalat kita yang belepotan itu, kemudian berdoalah seperti ini, “Ya Allah, hukumi aku dengan kasih sayang-Mu, jangan dengan keadilan-Mu.”
Amin......
Semoga Bermanfaat
JANGAN TERGESA-GESA
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, "Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (adzab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera." (QS. al-Anbiya': 37)
Sahabat, ada sifat dasar kita yang harus selalu kita waspadai yaitu tergesa-gesa, maunya ingin cepat sukses, ingin cepat kaya, ingin cepat sembuh, ingin cepat cantik dan tampan, ingin cepat nikah, ingin cepat punya mobil dan rumah, ingin cepat punya gaji tetap dan passive income. Pokoknya semua harus serba GPL lah ( Gak Pake Lama ).
Tidakkah kita sadari bahwa Allah saja menciptakan Manusia, Alam semesta dan kehidupan ini melalui proses yang sangat panjang, padahal Dia sangat kuasa untuk menjadikan semuanya itu dengan instan, cukup dengan satu kata perintah ” KUN FAYAKUN ”= Jadi maka jadilah, tetapi mengapa itu tidak Dia lakukan ?, itulah cara Allah SWT memberi pelajaran kepada kita tentang arti sebuah PROSES.
Suatu hari, seorang pemuda hendak menimba ilmu bela diri kepada seorang guru kungfu. Sang Guru pun menerimanya sebagai murid dengan beberapa syarat.”Setiap pagi engkau harus menimba air dari sungai lalu mengangkatnya ke rumahku yang letaknya di atas bukit.” Sang Pemuda menyetujuinya. Demikianlah, ia melakukan tugas tersebut setiap hari. Ia mengambil air dari sungai dan membawanya dengan dua buah ember. Karena bak air di rumah sang Guru begitu besar, si pemuda harus bolak-balik, naik dan turun bukit, sampai beberapa kali.
Tak terasa tiga bulan sudah berlalu. Si pemuda mulai gelisah.”Mengapa Guru belum juga mengajariku ilmu bela diri. Jangankan jurus-jurus jitu, dasar-dasarnya saja belum pernah dia ajarkan. Masa kerjaku hanya mengangkat air. Sungguh pekerjaan yang tidak berguna.” Kemudian ia memutuskan untuk mendatangi gurunya “Guru, aku sudah mulai lelah dengan tugas yang kau berikan. Setiap hari aku harus bangun pagi-pagi menimba air dan barus beristirahat ketika senja mulai tiba. Kapan Guru akan mengajariku ilmu pamungkas? Kalau begini terus, lebih baik aku berhenti saja!” katanya sedikit marah.
Sang guru diam sejenak lalu mengajaknya pergi ke kebun belakang. “kamu lihat tanaman bambu dan pakis itu?” katanya sambil menunjuk tanaman yang ada di depannya. Si pemuda mengangguk. “tanaman bambu dan pakis itu aku tanam dalam waktu yang bersamaan. Ketika pertama kali menanamnya, aku merawat benih-benih itu dengan saksama. Kemudian, pakis-pakis itu tumbuh dengan sangat cepat, warna hijaunya yang menawan menutupi tanah. Tidak ada yang terjadi pada benih bambu, tetapi aku tidak berhenti merawatnya. Dalam tahun kedua, pakis-pakis itu tumbuh lebih cepat dan lebih banyak lagi. Namun, tetap tidak terjadi apa-apa pada benih bambu. Aku tetap tidak menyerah. Dalam tahun ketiga tetap tidak ada yang tumbuh dari benih bambu, tetapi aku terus saja merawatnya, begitu juga dengan tahun keempat. Lalu pada tahun kelima sebuah tunas kecil muncul dari dalam tanah. Dibandingkan dengan pakis, tunas itu kelihatan begitu kecil dan tampak tidak berarti. Namun enam bulan kemudian, bambu ini tumbuh pesat dan tingginya mencapai lebih dari 100 kaki. Dia membutuhkan waktu lima tahun untuk menumbuhkan akar-akarnya. Akar-akar itu membuatnya kuat dan memberikan apa yang dia butuhkan untuk bertahan.”
Sang Khalik tidak akan memberikan kita tantangan yang tidak bisa kita hadapi. Dari semua pergumulan hidup, entah masalah di tempat kerja, rumah tangga, pertemanan yag tak kunjung berakhir, sebenarnya kita sedang menumbuhkan akar-akar kita. Mungkin hari-hari yang kita jalani tampak tidak bermakna tanpa perubahan. Namun, sebenarnya melalui pengalaman dan perjalanan hidup yang kita lalui, kita sedang melatih diri membangun karakter dan fondasi hidup yang kokoh.
Mungkin saat ini kita belum melihat apa-apa. Tidak ada sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi alam semesta ini tidak pernah menyerah pada kita, sama halnya seperti guru kungfu dalam cerita di atas. Dia terus menunggu, “merawat” , “memupuk”, bahkan beberapa tahun ke depan, kita akan tumbuh menjadi pribadi yang unggul bahkan pertumbuhan kita akan melebihi orang-orang biasa lainnya. Your time is come! Yakinilah Saatnya akan tiba Itu semua bergantung pada pribadi kita. Karena itu, jangan pernah menyerah dan putus asa dengan segala keadaan kita.
Jika kita gagal tujuh kali, bangkitlah untuk yang kedelapan kali agar kita pun menikmati jerih lelah kita selama ini. KITA SEMUA PASTI BISA SELAMA KITA SENANTIASA BERSAMA ALLAH YANG MAHA BISA
Sahabat, ada sifat dasar kita yang harus selalu kita waspadai yaitu tergesa-gesa, maunya ingin cepat sukses, ingin cepat kaya, ingin cepat sembuh, ingin cepat cantik dan tampan, ingin cepat nikah, ingin cepat punya mobil dan rumah, ingin cepat punya gaji tetap dan passive income. Pokoknya semua harus serba GPL lah ( Gak Pake Lama ).
Tidakkah kita sadari bahwa Allah saja menciptakan Manusia, Alam semesta dan kehidupan ini melalui proses yang sangat panjang, padahal Dia sangat kuasa untuk menjadikan semuanya itu dengan instan, cukup dengan satu kata perintah ” KUN FAYAKUN ”= Jadi maka jadilah, tetapi mengapa itu tidak Dia lakukan ?, itulah cara Allah SWT memberi pelajaran kepada kita tentang arti sebuah PROSES.
Suatu hari, seorang pemuda hendak menimba ilmu bela diri kepada seorang guru kungfu. Sang Guru pun menerimanya sebagai murid dengan beberapa syarat.”Setiap pagi engkau harus menimba air dari sungai lalu mengangkatnya ke rumahku yang letaknya di atas bukit.” Sang Pemuda menyetujuinya. Demikianlah, ia melakukan tugas tersebut setiap hari. Ia mengambil air dari sungai dan membawanya dengan dua buah ember. Karena bak air di rumah sang Guru begitu besar, si pemuda harus bolak-balik, naik dan turun bukit, sampai beberapa kali.
Tak terasa tiga bulan sudah berlalu. Si pemuda mulai gelisah.”Mengapa Guru belum juga mengajariku ilmu bela diri. Jangankan jurus-jurus jitu, dasar-dasarnya saja belum pernah dia ajarkan. Masa kerjaku hanya mengangkat air. Sungguh pekerjaan yang tidak berguna.” Kemudian ia memutuskan untuk mendatangi gurunya “Guru, aku sudah mulai lelah dengan tugas yang kau berikan. Setiap hari aku harus bangun pagi-pagi menimba air dan barus beristirahat ketika senja mulai tiba. Kapan Guru akan mengajariku ilmu pamungkas? Kalau begini terus, lebih baik aku berhenti saja!” katanya sedikit marah.
Sang guru diam sejenak lalu mengajaknya pergi ke kebun belakang. “kamu lihat tanaman bambu dan pakis itu?” katanya sambil menunjuk tanaman yang ada di depannya. Si pemuda mengangguk. “tanaman bambu dan pakis itu aku tanam dalam waktu yang bersamaan. Ketika pertama kali menanamnya, aku merawat benih-benih itu dengan saksama. Kemudian, pakis-pakis itu tumbuh dengan sangat cepat, warna hijaunya yang menawan menutupi tanah. Tidak ada yang terjadi pada benih bambu, tetapi aku tidak berhenti merawatnya. Dalam tahun kedua, pakis-pakis itu tumbuh lebih cepat dan lebih banyak lagi. Namun, tetap tidak terjadi apa-apa pada benih bambu. Aku tetap tidak menyerah. Dalam tahun ketiga tetap tidak ada yang tumbuh dari benih bambu, tetapi aku terus saja merawatnya, begitu juga dengan tahun keempat. Lalu pada tahun kelima sebuah tunas kecil muncul dari dalam tanah. Dibandingkan dengan pakis, tunas itu kelihatan begitu kecil dan tampak tidak berarti. Namun enam bulan kemudian, bambu ini tumbuh pesat dan tingginya mencapai lebih dari 100 kaki. Dia membutuhkan waktu lima tahun untuk menumbuhkan akar-akarnya. Akar-akar itu membuatnya kuat dan memberikan apa yang dia butuhkan untuk bertahan.”
Sang Khalik tidak akan memberikan kita tantangan yang tidak bisa kita hadapi. Dari semua pergumulan hidup, entah masalah di tempat kerja, rumah tangga, pertemanan yag tak kunjung berakhir, sebenarnya kita sedang menumbuhkan akar-akar kita. Mungkin hari-hari yang kita jalani tampak tidak bermakna tanpa perubahan. Namun, sebenarnya melalui pengalaman dan perjalanan hidup yang kita lalui, kita sedang melatih diri membangun karakter dan fondasi hidup yang kokoh.
Mungkin saat ini kita belum melihat apa-apa. Tidak ada sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi alam semesta ini tidak pernah menyerah pada kita, sama halnya seperti guru kungfu dalam cerita di atas. Dia terus menunggu, “merawat” , “memupuk”, bahkan beberapa tahun ke depan, kita akan tumbuh menjadi pribadi yang unggul bahkan pertumbuhan kita akan melebihi orang-orang biasa lainnya. Your time is come! Yakinilah Saatnya akan tiba Itu semua bergantung pada pribadi kita. Karena itu, jangan pernah menyerah dan putus asa dengan segala keadaan kita.
Jika kita gagal tujuh kali, bangkitlah untuk yang kedelapan kali agar kita pun menikmati jerih lelah kita selama ini. KITA SEMUA PASTI BISA SELAMA KITA SENANTIASA BERSAMA ALLAH YANG MAHA BISA
Antara Sabar dan Mengeluh
Pada zaman dahulu ada seorang yang bernama Abul Hassan yang pergi haji di Baitul Haram. Diwaktu tawaf tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri wajahnya.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu,tidak lain kerana itu pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih hati."
Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya, "Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati kerana risau, dan seorang pun yang Bersama aku dalam hal ini."
Abu Hassan bertanya, "Bagaimana hal yang merisaukanmu ?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban, dan pada aku mempunyai dua orang anak yang sudah boleh bermain dan yang satu masih menyusu, dan ketika aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang agak besar berkata pada adiknya, "Hai adikku, sukakah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing ?"
Jawab adiknya, "Baiklah kalau begitu ?"
Lalu disuruh adiknya baring dan disembelihkannya leher adiknya itu. Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancut keluar dan lari ke bukit yang mana di sana ia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu sehingga mati kehausan dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan tumpahlah air panas terkena ke badannya habis melecur kulit badannya. Berita ini terdengar kepada anakku yang tinggal di daerah lain, maka ia jatuh pingsan hingga sampai menuju ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara di antara mereka semua."
Lalu Abul Hassan bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu ?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka."
Demikianlah cerita di atas, satu cerita yang dapat dijadikan tauladan di mana kesabaran sangat digalakkan oleh agama dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dalam setiap terkena musibah dan dugaan dari Allah. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi,:
" Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku ambil keksaihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."
Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu,tidak lain kerana itu pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih hati."
Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya, "Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati kerana risau, dan seorang pun yang Bersama aku dalam hal ini."
Abu Hassan bertanya, "Bagaimana hal yang merisaukanmu ?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban, dan pada aku mempunyai dua orang anak yang sudah boleh bermain dan yang satu masih menyusu, dan ketika aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang agak besar berkata pada adiknya, "Hai adikku, sukakah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing ?"
Jawab adiknya, "Baiklah kalau begitu ?"
Lalu disuruh adiknya baring dan disembelihkannya leher adiknya itu. Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancut keluar dan lari ke bukit yang mana di sana ia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu sehingga mati kehausan dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan tumpahlah air panas terkena ke badannya habis melecur kulit badannya. Berita ini terdengar kepada anakku yang tinggal di daerah lain, maka ia jatuh pingsan hingga sampai menuju ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara di antara mereka semua."
Lalu Abul Hassan bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu ?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka."
Demikianlah cerita di atas, satu cerita yang dapat dijadikan tauladan di mana kesabaran sangat digalakkan oleh agama dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dalam setiap terkena musibah dan dugaan dari Allah. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi,:
" Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku ambil keksaihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."
Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah.
ISYARAT
Suatu malam di sebuah rumah, seorang anak usia tiga tahun sedang menyimak sebuah suara. "Ting...ting...ting! Ting...ting...ting!" Pikiran dan matanya menerawang ke isi rumah. Tapi, tak satu pun yang pas jadi jawaban.
"Itu suara pedagang bakso keliling, Nak!" suara sang ibu menangkap kebingungan anaknya. "Kenapa ia melakukan itu, Bu?" tanya sang anak polos. Sambil senyum, ibu itu menghampiri. "Itulah isyarat. Tukang bakso cuma ingin bilang, 'Aku ada di sekitar sini!" jawab si ibu lembut.
Beberapa jam setelah itu, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis seperti klakson kendaraan. "Teeet...teeet....teeet!"
Ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi, anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu, padahal tak sesuatu pun yang menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. Sember lagi!
"Anakku. Itu tukang sate ayam. Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, 'Aku ada di dekatmu! Hampirilah!" ungkap sang ibu lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. "Kok ibu tahu?" kilah si anak lebih serius. Tangan sang ibu membelai lembut rambut anaknya.
"Nak, bukan cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!" ucap si ibu penuh perhatian.
**
Di antara kedewasaan melakoni hidup adalah kemampuan menangkap dan memahami isyarat, tanda, simbol, dan sejenisnya. Mungkin, itulah bahasa tingkat tinggi yang dianugerahi Allah buat makhluk yang bernama manusia.
Begitu efesien, begitu efektif. Tak perlu berteriak, tak perlu menerabas batas-batas etika; orang bisa paham maksud si pembicara. Cukup dengan berdehem 'ehm' misalnya, orang pun paham kalau di ruang yang tampak kosong itu masih ada yang tinggal.
Di pentas dunia ini, alam kerap menampakkan seribu satu isyarat. Gelombang laut yang tiba-tiba naik ke daratan, tanah yang bergetar kuat, cuaca yang tak lagi mau teratur, angin yang tiba-tiba mampu menerbangkan rumah, dan virus mematikan yang entah darimana sekonyong-konyong hinggap di kehidupan manusia.
Itulah bahasa tingkat tinggi yang cuma bisa dimengerti oleh mereka yang dewasa. Itulah isyarat Tuhan: "Aku selalu di dekatmu, kemana pun kau menjauh!"
Simak dan pahamilah. Agar, kita tidak seperti anak kecil yang cuma bisa bingung dan gelisah dengan kentingan tukang bakso dan klakson pedagang sate ayam.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS 41:53)
"Itu suara pedagang bakso keliling, Nak!" suara sang ibu menangkap kebingungan anaknya. "Kenapa ia melakukan itu, Bu?" tanya sang anak polos. Sambil senyum, ibu itu menghampiri. "Itulah isyarat. Tukang bakso cuma ingin bilang, 'Aku ada di sekitar sini!" jawab si ibu lembut.
Beberapa jam setelah itu, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis seperti klakson kendaraan. "Teeet...teeet....teeet!"
Ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi, anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu, padahal tak sesuatu pun yang menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. Sember lagi!
"Anakku. Itu tukang sate ayam. Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, 'Aku ada di dekatmu! Hampirilah!" ungkap sang ibu lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. "Kok ibu tahu?" kilah si anak lebih serius. Tangan sang ibu membelai lembut rambut anaknya.
"Nak, bukan cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!" ucap si ibu penuh perhatian.
**
Di antara kedewasaan melakoni hidup adalah kemampuan menangkap dan memahami isyarat, tanda, simbol, dan sejenisnya. Mungkin, itulah bahasa tingkat tinggi yang dianugerahi Allah buat makhluk yang bernama manusia.
Begitu efesien, begitu efektif. Tak perlu berteriak, tak perlu menerabas batas-batas etika; orang bisa paham maksud si pembicara. Cukup dengan berdehem 'ehm' misalnya, orang pun paham kalau di ruang yang tampak kosong itu masih ada yang tinggal.
Di pentas dunia ini, alam kerap menampakkan seribu satu isyarat. Gelombang laut yang tiba-tiba naik ke daratan, tanah yang bergetar kuat, cuaca yang tak lagi mau teratur, angin yang tiba-tiba mampu menerbangkan rumah, dan virus mematikan yang entah darimana sekonyong-konyong hinggap di kehidupan manusia.
Itulah bahasa tingkat tinggi yang cuma bisa dimengerti oleh mereka yang dewasa. Itulah isyarat Tuhan: "Aku selalu di dekatmu, kemana pun kau menjauh!"
Simak dan pahamilah. Agar, kita tidak seperti anak kecil yang cuma bisa bingung dan gelisah dengan kentingan tukang bakso dan klakson pedagang sate ayam.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS 41:53)
Rabu, 12 Mei 2010
Aku Pengecut
Aku memang pengecut yang tak biasa biarkan diriku terluka.. aku terlalu takut bila cinta mengalahkanku
Sesungguhnya Islam tidak mengenal pengecut. Artinya jika kita mengaku sebagai seorang yang beragama Islam hendaknya menghindarkan diri dari sifat pengecut, tidak berani untuk hal-hal yang benar. Dua (2) bentuk pengecut :
1. Takut menghadapi hidup
2. Takut dan merasa bersalah karena sering berbuat salah
Takut yang diperbolehkan adalah takut kepada Allah, dari rasa takut kemudian dikembangkan menjadi rasa cinta kepada Allah. Dari rasa cinta akan timbul ihsan, yaitu beribadah dan berbuat segala sesuatu seolah-olah bisa melihat Allah, jika tidak mampu maka berbuat sesuatu dan atau beribadah dengan keyakinan Allah sedang melihat kita.
Tingkatannya adalah :
• islam, iman, dan ihsan.
• Muslim, mu’min, dan mukhsin.
Maknanya seorang muslim belum tentu seorang yang mu’min, namun seorang yang mu’min sudah pasti muslim. Seorang yang mukhsin sudah pasti mu’min sedangkan seorang yang mu’min belum tentu mukhsin. Seorang yang Islam belum tentu beriman, sedangkan seorang yang beriman sudah pasti Islam. Begitu juga seorang yang ihsan sudah pasti beriman, sedangkan seorang yang beriman belum tentu sudah mencapai taraf ihsan. Seorang mukhsin dalam beribadah dia akan senantiasa ihsan. Dan seorang yang ihsan, hidupnya akan selalu terjaga dan rapi luar biasa.
Salah satu ciri orang yang tidak takut dan cinta kepada Allah adalah lebih memilih untuk melanggar aturan Allah daripada aturan manusia karena dirinya lebih takut kepada manusia.
Bagaimana caranya agar kita bisa ihsan? Ialah dengan memaksimalkan perbuatan kita dengan memberikan yang terbaik untuk meraih ridho Ilahi. Karena sesungguhnya Allah bukan hanya melihat hasil, tetapi juga proses.
Seorang yang merasa “enjoy” menjadi seorang pengecut maka dia telah membahayakan dirinya sendiri. Dia tidak mau belajar karena takut semakin dia belajar, semakin tahu kalau banyak kesalahan pada dirinya dan enggan untuk memperbaikinya karena bertentangan dengan hawa nafsunya. Seorang pengecut akan melewatkan waktunya sia-sia.
Sesungguhnya waktu akan menjadi saksi di hari pengadilan nanti. Waktu terbagi menjadi 3, yaitu :
• Al-ams : waktu kemarin, dia tidak akan pernah kembali lagi
• Al-an : waktu sekarang, saatnya kita menjalani dengan ikhtiar mencari ridho Allah
• Al-ads : waktu yang akan datang, adalah milik Allah, hanya Dia yang tahu
Perhatikan Rasul yang tidak pernah pesimis. Rasul senantiasa semangat dan optimis menyebarkan Islam. Rahasianya adalah Rasul mengerjakan segala sesuatu karena cinta kepada Allah dan sesama makhluk-Nya. Berawal dari rasa cinta akan menimbulkan keberanian. Dengan cinta, rasul sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi semua.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢٨﴾فَإِن تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ﴿١٢٩﴾
(128) Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (129) Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".
(At-Taubah, QS. 9:128-129)
Siap untuk senantiasa optimis? Insya Allah..yakini bahwa Allah yang akan menolong kita dan semoga kita bukan termasuk ke dalam orang yang pengecut. Amin
Sesungguhnya Islam tidak mengenal pengecut. Artinya jika kita mengaku sebagai seorang yang beragama Islam hendaknya menghindarkan diri dari sifat pengecut, tidak berani untuk hal-hal yang benar. Dua (2) bentuk pengecut :
1. Takut menghadapi hidup
2. Takut dan merasa bersalah karena sering berbuat salah
Takut yang diperbolehkan adalah takut kepada Allah, dari rasa takut kemudian dikembangkan menjadi rasa cinta kepada Allah. Dari rasa cinta akan timbul ihsan, yaitu beribadah dan berbuat segala sesuatu seolah-olah bisa melihat Allah, jika tidak mampu maka berbuat sesuatu dan atau beribadah dengan keyakinan Allah sedang melihat kita.
Tingkatannya adalah :
• islam, iman, dan ihsan.
• Muslim, mu’min, dan mukhsin.
Maknanya seorang muslim belum tentu seorang yang mu’min, namun seorang yang mu’min sudah pasti muslim. Seorang yang mukhsin sudah pasti mu’min sedangkan seorang yang mu’min belum tentu mukhsin. Seorang yang Islam belum tentu beriman, sedangkan seorang yang beriman sudah pasti Islam. Begitu juga seorang yang ihsan sudah pasti beriman, sedangkan seorang yang beriman belum tentu sudah mencapai taraf ihsan. Seorang mukhsin dalam beribadah dia akan senantiasa ihsan. Dan seorang yang ihsan, hidupnya akan selalu terjaga dan rapi luar biasa.
Salah satu ciri orang yang tidak takut dan cinta kepada Allah adalah lebih memilih untuk melanggar aturan Allah daripada aturan manusia karena dirinya lebih takut kepada manusia.
Bagaimana caranya agar kita bisa ihsan? Ialah dengan memaksimalkan perbuatan kita dengan memberikan yang terbaik untuk meraih ridho Ilahi. Karena sesungguhnya Allah bukan hanya melihat hasil, tetapi juga proses.
Seorang yang merasa “enjoy” menjadi seorang pengecut maka dia telah membahayakan dirinya sendiri. Dia tidak mau belajar karena takut semakin dia belajar, semakin tahu kalau banyak kesalahan pada dirinya dan enggan untuk memperbaikinya karena bertentangan dengan hawa nafsunya. Seorang pengecut akan melewatkan waktunya sia-sia.
Sesungguhnya waktu akan menjadi saksi di hari pengadilan nanti. Waktu terbagi menjadi 3, yaitu :
• Al-ams : waktu kemarin, dia tidak akan pernah kembali lagi
• Al-an : waktu sekarang, saatnya kita menjalani dengan ikhtiar mencari ridho Allah
• Al-ads : waktu yang akan datang, adalah milik Allah, hanya Dia yang tahu
Perhatikan Rasul yang tidak pernah pesimis. Rasul senantiasa semangat dan optimis menyebarkan Islam. Rahasianya adalah Rasul mengerjakan segala sesuatu karena cinta kepada Allah dan sesama makhluk-Nya. Berawal dari rasa cinta akan menimbulkan keberanian. Dengan cinta, rasul sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi semua.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢٨﴾فَإِن تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ﴿١٢٩﴾
(128) Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (129) Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".
(At-Taubah, QS. 9:128-129)
Siap untuk senantiasa optimis? Insya Allah..yakini bahwa Allah yang akan menolong kita dan semoga kita bukan termasuk ke dalam orang yang pengecut. Amin
Selasa, 11 Mei 2010
Bersyukur 2
Sujudku pun takkan memuaskan inginku..'tuk hanturkan* sembah sedalam kalbu..adapun kusembahkan syukur padamu ya Allah..untuk nama,harta dan keluarga yang mencinta..dan perjalanan yang sejauh ini tertempa..Alhamdulillah pilihan dan kesempatan yang membuat hamba mengerti lebih baik makna diri..semua lebih berarti akan mudah dihayati..Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah....
Apakah makna dari Alhamdulillah?
Adalah segala puji hanya bagi Allah. Alhamdulillah diucapkan tatkala kita merasakan nikmat Allah sebagai wujud syukur. Tentu saja ketika kita mensyukuri nikmat Allah maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya untuk kita, seperti yang Allah janjikan dalam Surat Ibrahim, QS. 14:7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿٧﴾
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema'lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(Ibrahim, QS. 14:7)
Rasul pernah bersabda bahwasanya barang siapa yang mengucap Laa illaha illallah maka dia akan mendapatkan 10 kebaikan, barangsiapa yang mengucap subhanallah maka ia akan mendapatkan 20 kebaikan, dan barangsiapa yang mengucap Alhamdulillah maka dia akan mendapatkan 30 kebaikan dari Allah.
Alhamdulillah adalah kalimat tasyakur yang diucapkan oleh seorang hamba yang pandai bersyukur. Namun yang harus diperhatikan disini adalah bersyukur atas kebaikan, bukan bersyukur atas penderitaan orang lain. Seorang yang mulia di sisi Allah, dia akan bersyukur dan merasakan kebahagiaan tatkala melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan dan dia akan merasa sedih ketika melihat orang lain ditimpa musibah/kesusahan. Dia akan senantiasa mendoakan kebaikan untuk orang lain dan bukan keburukan. Dia membuang jauh-jauh perasaan iri dan dengki yang hanya mengotori hatinya. Seorang yang berhasil berbuat jahat, bermaksiat, bahkan menipu orang lain, kemudian berucap Alhamdulillah sebagi wujud syukur karena apa yang ia inginkan berhasil, niscaya dia akan mendapatkan murka Allah karena telah mempermainkan Asma Allah dan juga telah memndzolimi orang lain. Sungguh suatu kebaikan tidak akan bercampur dengan keburukan.
Subhanallah, yang bermakna Maha Suci Allah, adalah sebuah kalimat tasbih yang diucapkan seorang muslim tatkala melihat sesuatu yang menakjubkan sehingga menyadarkan dirinya bahwa itu adalah bagian dari kebesaran Allah.
Tahapan bersyukur seorang muslim ada 3, yaitu :
• Bersyukur dengan hati, yaitu meyakini dalam hati akan nikmat Allah
• Bersyukur dengan lisan, yaitu merangkai ucapan Alhamdulillah sebagai pembenaran atas apa yang diyakini dalam hati
• Bersyukur dengan semua anggota badan untuk beribadah kepada Allah, mensyukuri nikmat mata untuk melihat segala kebaikan, mensyukuri nikmat telinga untuk mendengarkan kebaikan, mensyukuri nikmat kaki untuk dilangkahkan menuju kebaikan mengharap ridho Allah
Diriwayatkan Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bengkak kakinya karena shalat sebagai wujud syukur kepada Allah. Betapa rasul telah mencontohkan kita agar pandai menjadi orang yang bersyukur. Janganlah kita mengingat Allah hanya ketika ditimpa kesusahan dan kemudian melupakan Allah ketika diakrunia kesenangan. Maka orang yang demikian adalah ciri orang yang tidak bersyukur yang akan dibenci dan dimurkai Allah, sehingga Allah mencabut keberkahan dari kebahagiaan yang dimilikinya, mengambil kenikmatannya, dan memberikan musibah kepadanya berupa banjir, kecelakaan, keluarga yang meninggal, dan musibah yang lainnya sebagai pelajaran atas ketidakbersyukurannya atas nikmat Allah. Naudzubillah, semoga kita bukan termasuk sebagai orang yang kufur atas nikmat Allah. Amin
Siap untuk senantiasa bersyukur kepada Allah? Insya Allah..semoga syukur kita bisa membuka jalan keberkahan dan keridhoan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apakah makna dari Alhamdulillah?
Adalah segala puji hanya bagi Allah. Alhamdulillah diucapkan tatkala kita merasakan nikmat Allah sebagai wujud syukur. Tentu saja ketika kita mensyukuri nikmat Allah maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya untuk kita, seperti yang Allah janjikan dalam Surat Ibrahim, QS. 14:7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿٧﴾
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema'lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(Ibrahim, QS. 14:7)
Rasul pernah bersabda bahwasanya barang siapa yang mengucap Laa illaha illallah maka dia akan mendapatkan 10 kebaikan, barangsiapa yang mengucap subhanallah maka ia akan mendapatkan 20 kebaikan, dan barangsiapa yang mengucap Alhamdulillah maka dia akan mendapatkan 30 kebaikan dari Allah.
Alhamdulillah adalah kalimat tasyakur yang diucapkan oleh seorang hamba yang pandai bersyukur. Namun yang harus diperhatikan disini adalah bersyukur atas kebaikan, bukan bersyukur atas penderitaan orang lain. Seorang yang mulia di sisi Allah, dia akan bersyukur dan merasakan kebahagiaan tatkala melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan dan dia akan merasa sedih ketika melihat orang lain ditimpa musibah/kesusahan. Dia akan senantiasa mendoakan kebaikan untuk orang lain dan bukan keburukan. Dia membuang jauh-jauh perasaan iri dan dengki yang hanya mengotori hatinya. Seorang yang berhasil berbuat jahat, bermaksiat, bahkan menipu orang lain, kemudian berucap Alhamdulillah sebagi wujud syukur karena apa yang ia inginkan berhasil, niscaya dia akan mendapatkan murka Allah karena telah mempermainkan Asma Allah dan juga telah memndzolimi orang lain. Sungguh suatu kebaikan tidak akan bercampur dengan keburukan.
Subhanallah, yang bermakna Maha Suci Allah, adalah sebuah kalimat tasbih yang diucapkan seorang muslim tatkala melihat sesuatu yang menakjubkan sehingga menyadarkan dirinya bahwa itu adalah bagian dari kebesaran Allah.
Tahapan bersyukur seorang muslim ada 3, yaitu :
• Bersyukur dengan hati, yaitu meyakini dalam hati akan nikmat Allah
• Bersyukur dengan lisan, yaitu merangkai ucapan Alhamdulillah sebagai pembenaran atas apa yang diyakini dalam hati
• Bersyukur dengan semua anggota badan untuk beribadah kepada Allah, mensyukuri nikmat mata untuk melihat segala kebaikan, mensyukuri nikmat telinga untuk mendengarkan kebaikan, mensyukuri nikmat kaki untuk dilangkahkan menuju kebaikan mengharap ridho Allah
Diriwayatkan Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bengkak kakinya karena shalat sebagai wujud syukur kepada Allah. Betapa rasul telah mencontohkan kita agar pandai menjadi orang yang bersyukur. Janganlah kita mengingat Allah hanya ketika ditimpa kesusahan dan kemudian melupakan Allah ketika diakrunia kesenangan. Maka orang yang demikian adalah ciri orang yang tidak bersyukur yang akan dibenci dan dimurkai Allah, sehingga Allah mencabut keberkahan dari kebahagiaan yang dimilikinya, mengambil kenikmatannya, dan memberikan musibah kepadanya berupa banjir, kecelakaan, keluarga yang meninggal, dan musibah yang lainnya sebagai pelajaran atas ketidakbersyukurannya atas nikmat Allah. Naudzubillah, semoga kita bukan termasuk sebagai orang yang kufur atas nikmat Allah. Amin
Siap untuk senantiasa bersyukur kepada Allah? Insya Allah..semoga syukur kita bisa membuka jalan keberkahan dan keridhoan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sabtu, 08 Mei 2010
Indahnya Kasih Sayang 2
Mahasuci ALLOH, Zat yang Maha Mengaruniakan kasih sayang kepada makhluk-makhluk Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut, dan tidaklah kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut.
Betapa tidak? Jikalau kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang ALLOH Azza wa Jalla ternyata hanya akan diberikan kepada orang-orang yang masih hidup kasih sayang di kalbunya.
Karenanya, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup. Tidak berlebihan jikalau kita mengasahnya dengan merasakan keterharuan dari kisah-kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk memperhaikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra, sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "ALLOH SWT mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan (ALLOH SWT) menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti." (H.R. Muslim).
Dari hadis ini nampaklah, bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya. Karenanya, sudah sepantasnya jikalau kita merindukan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan ALLOH SWT, tanyakanlah kembali pada diri ini, sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk saling berkasih sayang bersama makhluk lain?
Kasih sayang dapat diibaratkan sebuah mata air yang selalu bergejolak keinginannya untuk melepaskan beribu-ribu kubik air bening yang membuncah dari dalamnya tanpa pernah habis. Kepada air yang telah mengalir untuk selanjutnya menderas mengikuti alur sungai menuju lautan luas, mata air sama sekali tidak pernah mengharapkan ia kembali.
Sama pula seperti pancaran sinar cerah matahari di pagi hari, dari dulu sampai sekarang ia terus-menerus memancarkan sinarnya tanpa henti, dan sama pula, matahari tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih sayang di kalbu kita, ia benar-benar melimpah terus tidak pernah ada habisnya.
Tidak ada salahnya agar muncul kepekaan kita menyayangi orang lain, kita mengawalinya dengan menyayangi diri kita dulu. Mulailah dengan menghadapkan tubuh ini ke cermin seraya bertanya-tanya: Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api jahannam?
Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini, mata yang bisa menatap ALLOH, menatap Rasulullah SAW, menatap para kekasih ALLOH di surga kelak, atau malah akan terburai karena kemaksiyatan yang pernah dilakukannya?
Rabalah bibir manis kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik?!
Perhatikan tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan si pemiliki tubuh mulia, Rasulullah SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu di kerak neraka jahannam?
Ketika memandang kaki, tanyakanlah apakah ia senantiasa melangkah di jalan ALLOH sehingga berhak menginjakkannya di surga kelak, atau malah akan dicabik-cabik pisau berduri.
Memandang mulusnya kulit kita, renungkanlah apakah kulit ini akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api jahannam?
Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita.
Jangan pula meremehkan makhluk ciptaan ALLOH, sebab tidaklah ALLOH menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang ALLOH ciptakan syarat dengan ilmu, hikmah, dan ladang amal. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan apa saja karunia dari ALLOH adalah jalan bagi kita untuk bertafakur jikalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.
Dikisahkan di hari akhir datang seorang hamba ahli ibadah kepada ALLOH, tetapi ALLOH malah mencapnya sebagai ahli neraka, mengapa? Ternyata karena suatu ketika si ahli ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga ia tidak bisa mencari makan dan tidak pula diberi makan oleh si ahli ibadah ini. Akhirnya mati kelaparanlah si kucing ini. Ternyata walau ia seorang ahli ibadah, laknat ALLOH tetap menimpa si ahli ibadah ini, dan ALLOH menetapkannya sebagai seorang ahli neraka, tiada lain karena tidak hidup kasih sayang di kalbunya.
Tetapi ada kisah sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya seakan sedang merasakan kehausan yang luar biasa. Walau tidak mungkin terjangkau kerena dalamnya air di oase itu, anjing itu tetap berusaha menjangkaunya, tapi tidak dapat. Melihat kejadian ini, tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah slopnya untuk dipakai menceduk air, setelah air didapat, diberikannya pada anjing yang kehausan tersebut. Subhanallah, dengan ijin ALLOH, terampunilah dosa wanita ini.
Demikianlah, jikalau hati kita mampu meraba derita makhluk lain, insya ALLOH keinginan untuk berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.
Kisah lain, ketika suatu waktu ada seseorang terkena penyakit tumor yang sudah menahun. Karena tidak punya biaya untuk berobat, maka berkunjunglah ia kepada orang-orang yang dianggapnya mampu memberi pinjaman biaya.
Bagi orang yang tidak hidup kasih sayang di kalbunya, ketika datang orang yang akan meminjam uang ini, justru yang terlintas dalam pikirannya seolah-olah harta yang dimilikinya akan diambil oleh dia, bukannya memberi, malah dia ketakutan akan hartanya karena disangkanya akan habis atau bahkan jatuh miskin.
Tetapi bagi seorang hamba yang tumbuh kasih sayang di kalbunya, ketika datang yang akan meminjam uang, justru yang muncul rasa iba terhadap penderitaan orang lain. Bahkan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam akan membayangkan bagaimana jikalau yang menderita itu dirinya. Terlebih lagi dia sangat menyadari ada hak orang lain yang dititipkan ALLOH dalam hartanya. Karenanya dia begitu ringan memberikan sesuatu kepada orang yang memang membutuhkan bantuannya.
Ingatlah, hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya manfaat? Padahal hidup di dunia ini cuma sekali dan itupun hanya mampir sebentar saja. Tidak ada salahnya kita berpikir terus dan bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di hati ini. Insya ALLOH bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan ALLOH, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya kepada orang lain, ringan dalam melatih kemampuan bela diri dan ringan pula dalam membela orang lain yang teraniaya, Subhanallah.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani agar senantiasa diliputi nur kasih sayang adalah dengan melakukan banyak silaturahmi kepada orang-orang yang dilanda kesulitan, datang ke daerah terpencil, tengok saudara-saudara kita di rumah sakit, atau pula dengan selalu mengingat umat Islam yang sedang teraniaya, seperti di Bosnia, Checnya, Ambon, Halmahera, atau di tempat-tempat lainnya.
Belajarlah terus untuk melihat orang yang kondisinya jauh di bawah kita, insya ALLOH hati kita akan melembut karena senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan hati-hatilah bagi orang yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya, orang-orang terkenal, para artis, atau orang-orang elit lainnya, karena yang akan muncul justru rasa minder dan perasaan kurang dan kurang akan dunia ini, Masya ALLOH.
Betapa tidak? Jikalau kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang ALLOH Azza wa Jalla ternyata hanya akan diberikan kepada orang-orang yang masih hidup kasih sayang di kalbunya.
Karenanya, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup. Tidak berlebihan jikalau kita mengasahnya dengan merasakan keterharuan dari kisah-kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk memperhaikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra, sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "ALLOH SWT mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan (ALLOH SWT) menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti." (H.R. Muslim).
Dari hadis ini nampaklah, bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya. Karenanya, sudah sepantasnya jikalau kita merindukan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan ALLOH SWT, tanyakanlah kembali pada diri ini, sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk saling berkasih sayang bersama makhluk lain?
Kasih sayang dapat diibaratkan sebuah mata air yang selalu bergejolak keinginannya untuk melepaskan beribu-ribu kubik air bening yang membuncah dari dalamnya tanpa pernah habis. Kepada air yang telah mengalir untuk selanjutnya menderas mengikuti alur sungai menuju lautan luas, mata air sama sekali tidak pernah mengharapkan ia kembali.
Sama pula seperti pancaran sinar cerah matahari di pagi hari, dari dulu sampai sekarang ia terus-menerus memancarkan sinarnya tanpa henti, dan sama pula, matahari tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih sayang di kalbu kita, ia benar-benar melimpah terus tidak pernah ada habisnya.
Tidak ada salahnya agar muncul kepekaan kita menyayangi orang lain, kita mengawalinya dengan menyayangi diri kita dulu. Mulailah dengan menghadapkan tubuh ini ke cermin seraya bertanya-tanya: Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api jahannam?
Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini, mata yang bisa menatap ALLOH, menatap Rasulullah SAW, menatap para kekasih ALLOH di surga kelak, atau malah akan terburai karena kemaksiyatan yang pernah dilakukannya?
Rabalah bibir manis kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik?!
Perhatikan tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan si pemiliki tubuh mulia, Rasulullah SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu di kerak neraka jahannam?
Ketika memandang kaki, tanyakanlah apakah ia senantiasa melangkah di jalan ALLOH sehingga berhak menginjakkannya di surga kelak, atau malah akan dicabik-cabik pisau berduri.
Memandang mulusnya kulit kita, renungkanlah apakah kulit ini akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api jahannam?
Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita.
Jangan pula meremehkan makhluk ciptaan ALLOH, sebab tidaklah ALLOH menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang ALLOH ciptakan syarat dengan ilmu, hikmah, dan ladang amal. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan apa saja karunia dari ALLOH adalah jalan bagi kita untuk bertafakur jikalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.
Dikisahkan di hari akhir datang seorang hamba ahli ibadah kepada ALLOH, tetapi ALLOH malah mencapnya sebagai ahli neraka, mengapa? Ternyata karena suatu ketika si ahli ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga ia tidak bisa mencari makan dan tidak pula diberi makan oleh si ahli ibadah ini. Akhirnya mati kelaparanlah si kucing ini. Ternyata walau ia seorang ahli ibadah, laknat ALLOH tetap menimpa si ahli ibadah ini, dan ALLOH menetapkannya sebagai seorang ahli neraka, tiada lain karena tidak hidup kasih sayang di kalbunya.
Tetapi ada kisah sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya seakan sedang merasakan kehausan yang luar biasa. Walau tidak mungkin terjangkau kerena dalamnya air di oase itu, anjing itu tetap berusaha menjangkaunya, tapi tidak dapat. Melihat kejadian ini, tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah slopnya untuk dipakai menceduk air, setelah air didapat, diberikannya pada anjing yang kehausan tersebut. Subhanallah, dengan ijin ALLOH, terampunilah dosa wanita ini.
Demikianlah, jikalau hati kita mampu meraba derita makhluk lain, insya ALLOH keinginan untuk berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.
Kisah lain, ketika suatu waktu ada seseorang terkena penyakit tumor yang sudah menahun. Karena tidak punya biaya untuk berobat, maka berkunjunglah ia kepada orang-orang yang dianggapnya mampu memberi pinjaman biaya.
Bagi orang yang tidak hidup kasih sayang di kalbunya, ketika datang orang yang akan meminjam uang ini, justru yang terlintas dalam pikirannya seolah-olah harta yang dimilikinya akan diambil oleh dia, bukannya memberi, malah dia ketakutan akan hartanya karena disangkanya akan habis atau bahkan jatuh miskin.
Tetapi bagi seorang hamba yang tumbuh kasih sayang di kalbunya, ketika datang yang akan meminjam uang, justru yang muncul rasa iba terhadap penderitaan orang lain. Bahkan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam akan membayangkan bagaimana jikalau yang menderita itu dirinya. Terlebih lagi dia sangat menyadari ada hak orang lain yang dititipkan ALLOH dalam hartanya. Karenanya dia begitu ringan memberikan sesuatu kepada orang yang memang membutuhkan bantuannya.
Ingatlah, hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya manfaat? Padahal hidup di dunia ini cuma sekali dan itupun hanya mampir sebentar saja. Tidak ada salahnya kita berpikir terus dan bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di hati ini. Insya ALLOH bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan ALLOH, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya kepada orang lain, ringan dalam melatih kemampuan bela diri dan ringan pula dalam membela orang lain yang teraniaya, Subhanallah.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani agar senantiasa diliputi nur kasih sayang adalah dengan melakukan banyak silaturahmi kepada orang-orang yang dilanda kesulitan, datang ke daerah terpencil, tengok saudara-saudara kita di rumah sakit, atau pula dengan selalu mengingat umat Islam yang sedang teraniaya, seperti di Bosnia, Checnya, Ambon, Halmahera, atau di tempat-tempat lainnya.
Belajarlah terus untuk melihat orang yang kondisinya jauh di bawah kita, insya ALLOH hati kita akan melembut karena senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan hati-hatilah bagi orang yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya, orang-orang terkenal, para artis, atau orang-orang elit lainnya, karena yang akan muncul justru rasa minder dan perasaan kurang dan kurang akan dunia ini, Masya ALLOH.
Dua Dua Satu (2 2 1)
Kita lahir dengan 2 mata di depan wajah kita, karena kita tidak boleh selalu melihat ke belakang. Tapi pandanglah semua itu kedepan, pandanglah masa depan kita.
Kita dilahirkan dengan 2 buah telinga di kanan dan di kiri, supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua buah sisi. Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik dan menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah.
Kita lahir dengan otak didalam tengkorak kepala kita. Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap kaya. Karena tidak akan ada satu orang pun yang bisa mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita. Dan apa yang kita pikirkan dalam otak kita jauh lebih berharga dari pada emas dan perhiasan.
Kita lahir dengan 2 mata, 2 telinga tapi kita Cuma diberi 1 buah mulut. Itu Artinya Kita harusnya lebih mendengar, melihat 2 x lebih banyak daripada berbicara. Berhati-hatilah dengan apa yang kita ucapkan. Karena ucapan yang menyakitkan sangat sulit ditarik kembali. Sehingga ingatlah bicara yang perlu tapi lihat dan dengarlah sebanyak-banyaknya.
Kita lahir hanya dengan 1 hati. Mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta diharapkan berasal dari hati kita yang paling dalam. Belajar untuk mencintai dan menikmati betapa kita dicintai tapi jangan pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita mencintai dia.
Berilah cinta tanpa meminta balasan dan kita akan menemukan cinta yang jauh lebih indah.
Kita dilahirkan dengan 2 buah telinga di kanan dan di kiri, supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua buah sisi. Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik dan menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah.
Kita lahir dengan otak didalam tengkorak kepala kita. Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap kaya. Karena tidak akan ada satu orang pun yang bisa mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita. Dan apa yang kita pikirkan dalam otak kita jauh lebih berharga dari pada emas dan perhiasan.
Kita lahir dengan 2 mata, 2 telinga tapi kita Cuma diberi 1 buah mulut. Itu Artinya Kita harusnya lebih mendengar, melihat 2 x lebih banyak daripada berbicara. Berhati-hatilah dengan apa yang kita ucapkan. Karena ucapan yang menyakitkan sangat sulit ditarik kembali. Sehingga ingatlah bicara yang perlu tapi lihat dan dengarlah sebanyak-banyaknya.
Kita lahir hanya dengan 1 hati. Mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta diharapkan berasal dari hati kita yang paling dalam. Belajar untuk mencintai dan menikmati betapa kita dicintai tapi jangan pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita mencintai dia.
Berilah cinta tanpa meminta balasan dan kita akan menemukan cinta yang jauh lebih indah.
Kiat menentukan pilihan
Hidup adalah misteri. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Apakah sukses atau gagal tergantung dari pilihan-pilihan hidup kita. Terkadang kita sudah yakin betul pilihan hidup kita sudah benar, dikemudian hari ternyata pilihan kita salah dan kita merasa sebagai kegagalan hidup. Demikian juga ketika kita sudah merasa putus asa dan tidak yakin kepada pilihan hidup kita. Malah hal itu yang membuat kita menjadi sukses. Lantas pertanyaannya, bagaimana kiat memilih pilihan yang tepat?
Dari Jabir ibnu Jabir bertutur, Rasulullah mengajarkan kami beristikharah (sholat dan berdoa) dalam berbagai perkara sebagaimana mengajari kami satu surat al-Quran. Nabi Muhammad bersabda, 'Jika salah seorang kalian berkeinginan melakukan suatu hal maka hendaklah sholat dua rekaat di luar sholat fardhu kemudian berdoalah 'Ya Allah, aku mohon pilihan terbaikMu dengan segala pengetahuanMu, aku mohon takdir ketetapanMu dengan segala kekuasaanMu dan aku memohon sebagian karuniaMu yang Agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa sementara aku tak berdaya, Engkau Maha Tahu sementara aku tak tahu. Engkau Maha mengetahui perkara gaib. Ya Allah, jika Engkau tahu hal ini baik untukku dalam agamaku, hidupku dan nasib akhirku maka tetapkanlah ia untukku dan mudahkanlah aku untuk meraihnya. Kemudian berkahilah aku didalamnya. Namun jika Engkau tahu bahwa hal ini buruk bagiku dalam agamaku, hidupku dan nasib akhirku maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah yang baik untukku dimanapun ia berada kemudian ridhailah aku 'Setelah itu' hendaklah ia menyebutkan kebutuhannya. (HR. Bukhari).
Dengan sholat istikharah dan berdoa maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan berkenan membimbing kita untuk meraih kesuksesan dunia dan akherat. Sebuah keberhasilan yang luar biasa bukan hanya buat diri kita sendiri tetapi juga buat semua orang yang disekitar kita. Raihlah kesuksesan dan berbahagialah bersama orang-orang yang disekitar kita.
Tentukan standar kualitas hidup kita yang lebih tinggi dan akan memberikan hasil yang luar biasa. Semakin tinggi kualitas standar hidup kita maka semakin dekat kita memohon kepada Allah dengan melalui sholat istikharah untuk meraih kesuksesan terasa lebih dekat sebab kesuksesan adalah hasil dari pilihan-pilihan hidup kita yang mendapatkan petunjuk dariNya.
Dari Jabir ibnu Jabir bertutur, Rasulullah mengajarkan kami beristikharah (sholat dan berdoa) dalam berbagai perkara sebagaimana mengajari kami satu surat al-Quran. Nabi Muhammad bersabda, 'Jika salah seorang kalian berkeinginan melakukan suatu hal maka hendaklah sholat dua rekaat di luar sholat fardhu kemudian berdoalah 'Ya Allah, aku mohon pilihan terbaikMu dengan segala pengetahuanMu, aku mohon takdir ketetapanMu dengan segala kekuasaanMu dan aku memohon sebagian karuniaMu yang Agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa sementara aku tak berdaya, Engkau Maha Tahu sementara aku tak tahu. Engkau Maha mengetahui perkara gaib. Ya Allah, jika Engkau tahu hal ini baik untukku dalam agamaku, hidupku dan nasib akhirku maka tetapkanlah ia untukku dan mudahkanlah aku untuk meraihnya. Kemudian berkahilah aku didalamnya. Namun jika Engkau tahu bahwa hal ini buruk bagiku dalam agamaku, hidupku dan nasib akhirku maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah yang baik untukku dimanapun ia berada kemudian ridhailah aku 'Setelah itu' hendaklah ia menyebutkan kebutuhannya. (HR. Bukhari).
Dengan sholat istikharah dan berdoa maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan berkenan membimbing kita untuk meraih kesuksesan dunia dan akherat. Sebuah keberhasilan yang luar biasa bukan hanya buat diri kita sendiri tetapi juga buat semua orang yang disekitar kita. Raihlah kesuksesan dan berbahagialah bersama orang-orang yang disekitar kita.
Tentukan standar kualitas hidup kita yang lebih tinggi dan akan memberikan hasil yang luar biasa. Semakin tinggi kualitas standar hidup kita maka semakin dekat kita memohon kepada Allah dengan melalui sholat istikharah untuk meraih kesuksesan terasa lebih dekat sebab kesuksesan adalah hasil dari pilihan-pilihan hidup kita yang mendapatkan petunjuk dariNya.
Kamis, 06 Mei 2010
Worthwhile life (Hidup bermakna)
Di dalam hidup ini disaat dalam kesendirian pernah kita bertanya pada diri sendiri, 'Kapan dalam hidup kita merasa lebih bermakna dan bahagia? Hidup kita akan bermakna dan bahagia ketika kita bisa berbagi, memberi dan menolong orang lain. Bagi orang-orang mukmin yang jiwanya sudah tercerahkan justru dipenuhi oleh rasa syukur justru kebahagiaan hidupnya diraih dengan banyak memberi, sekalipun tidak harus berupa materi, bisa berupa senyuman, perhatian atau sekedar menyapa di pagi hari. Melalui memberi membuat hidup kita menjadi bermakna itulah indahnya memberi. Sebagaimana Firman Allah Subahanahu Wa Ta'ala.
'Dan ingatlah, tatkala Tuhan memaklumkan, 'Sesungguhnya jika engkau bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu dan jika engkau mengkari nikmatKu maka sesungguhnya azabKu sangat pedih. (QS. Ibrahim : 7).
jadi sikap dan oreintasi hidup untuk senantiasa memberi dan melayani merupakan sumber kebahagiaan dan puncak prestasi kehidupan kita. Orang tua yang sukses ketika memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Pemimpin yang dianggap sukses adalah pemimpin yang mampu memberikan segala potensinya bagi kesejahteraan rakyatnya. Itulah sebabnya dalam kehidupan kita belum disebut bermakna bila yang kita lakukan belum mendatangkan manfaat bagi orang lain, untuk sama-sama mencintai dan mensyukuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Nabi mengajarkan kepada kita agar yang kita miliki menjadi abadi ketika kita kelak meninggal hendaknya mewariskan ilmu yang bermanfaat, harta kekayaan untuk kesejahteraan umat dan anak yang sholeh. Ketiga amal kebaikan inilah yang membuat milik kita menjadi abadi. Itulah yang membuat hidup kita bermakna. Sebagaimana Sabda Nabi.
Apabila seorang anak Bani Adam meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak yang sholeh yang selalu mendoakannya.' (HR. Muslim).
'Dan ingatlah, tatkala Tuhan memaklumkan, 'Sesungguhnya jika engkau bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu dan jika engkau mengkari nikmatKu maka sesungguhnya azabKu sangat pedih. (QS. Ibrahim : 7).
jadi sikap dan oreintasi hidup untuk senantiasa memberi dan melayani merupakan sumber kebahagiaan dan puncak prestasi kehidupan kita. Orang tua yang sukses ketika memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Pemimpin yang dianggap sukses adalah pemimpin yang mampu memberikan segala potensinya bagi kesejahteraan rakyatnya. Itulah sebabnya dalam kehidupan kita belum disebut bermakna bila yang kita lakukan belum mendatangkan manfaat bagi orang lain, untuk sama-sama mencintai dan mensyukuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Nabi mengajarkan kepada kita agar yang kita miliki menjadi abadi ketika kita kelak meninggal hendaknya mewariskan ilmu yang bermanfaat, harta kekayaan untuk kesejahteraan umat dan anak yang sholeh. Ketiga amal kebaikan inilah yang membuat milik kita menjadi abadi. Itulah yang membuat hidup kita bermakna. Sebagaimana Sabda Nabi.
Apabila seorang anak Bani Adam meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak yang sholeh yang selalu mendoakannya.' (HR. Muslim).
Orang Yang Beriman Selalu Menepati Ucapannya
Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar, ketika Umar sedang duduk-duduk dengan para sahabatnya, tiga pemuda bangsawan yang tampan memasuki majelisnya. Dua orang di antaranya berkata, “Kami berdua bersaudara. Ketika ayah kami sedang bekerja di ladangnya, dia dibunuh oleh pemuda ini, yang sekarang kami bawa kepada tuan untuk diadili. Hukumlah dia sesuai dengan Kitabullah.” Khakifah ‘Umar menatap orang yang ketiga dan memintanya untuk berbicara.
“Walaupun di sana tidak ada saksi sama sekali, Allah, Yang selalu Hadir, mengetahui bahwa mereka berdua berkata yang sebenr-benarnya, ” kata si tertuduh itu.
“Aku sangat menyesal ayah mereka terbunuh di tanganku. Aku orang dusun. Aku tiba di Madinah tadi pagi untuk berziarah ke makam Rasullulah saw. Di pinggir kota, aku turun dari kudaku untuk menyucikan diri dan berwudhu. Kudaku mulai memakan ranting-ranting pohon kurma yang bergelantungan melewati tembok. Segera setelah aku melihatnya, aku menarik kuda menjahui ranting-ranting tersebut. Pada saat itu juga, seorang laki-laki tua yang sedang marah mendekatiku dengan membawa sebuah batu yang besar. Dia melemparkan batu itu ke kepala kidaku, dan kudaku langsung mati. Karena itu aku sangat menyayangi kuda itu, aku kehilangan kendali diri. Aku mengambil batu itu dan melemparkannya kembali ke orang tersebut. Dia roboh dan meninggal. Jika aku ingin melarikan diri, aku dapat saja melakukannya, tetapi kemana? Jika aku tidak mendapatkan hukuman di sini, di dunia ini, aku pasti akan mendapatkan hukuman yang abadi di akhirat nanti. Aku tidak bermaksud membunuh orang itu, tetapi
kenyataannya dia mati di tanganku. Sekarang tuanlah yang berhak mengadili aku.”
Khalifah berkata, “Engkau telah melakukan membunuh. Menurut hukum Islam, engkau harus menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang telah engkau lakukan.”
Walaupun pernyataan itu berati satu pengumuman kematian, pemuda itu tetap bersabar; dan dengan tenang dia berkata, “Kalau begitu, laksanakanlah. Namun, aku menanggung satu tanggung jawab untuk menyimpan harta kekayaan anak yatim yang harus aku serahkan kepadanya bial ia telah cukup umur. Aku menyimpan harta tersebut di dalam tanah agar aman. Tak ada seorangpun yang tahu letaknya kecuali aku. Sekarang aku harus menggakinya dan menyerahkan harta tersebut kepada pengawasan orang lain. Kalau tidak, anak yatim itu akan kehikangan haknya. Beri aku tiga hari untuk pergi ke desaku dan menyelesaikan masalah ini.”
Umar menjawab, “Permintaanmu tidak dapat dipenuhi kecuali ada orang lain yang bersedia menggatikanmu dan menjadi jaminan untuk nyawamu.”
“Wahai Amirul Mukminin,” kata pemuda tersebut, “Aku dapat melarikan diri sebelumnya jika aku mau. hatiku sarat dengan rasa takut kepada Allah; yakinlah bahwa aku akan kembali.”
Khalifah menolak permintaan itu atas dasar hukum. Pemuda itu memandang kepada para pengkut Rasullulah saw, yang mulia yang berkerumun di sekeliling khalifah. Dengan memilih secara acak, ia menunjuk Abu Dzar Al-Ghifari dan berkata, “Orang ini akan menjadi jaminan bagiku.” Abu Dzar adalah salah satu saeorang sahabat Rasulullah saw, yang paling dicintai dan disegani. Tanpa keraguan sedikit pun, Abu Dzar setuju untuk menggantikan pemuda itu.
Si tertuduh pun dibebaskan untuk sementara waktu. Pada hari ketiga, kedua penggugat itu kembali ke sidang khalifah. Abu Dzar ada di sana, tetapi tertuduh itu tidak ada. Kedua penuduh itu berkata: “Wahai Abu Dzar, anda bersedia menjadi jaminan bagi seseorang yang tidak anda kenal. Seandainya dia tidak kembali, kami tidal akan pergi tanpa menerima pengganti darah ayah kami.”
Khalifah berkata: “Sungguh, bila pemuda itu tidak kembali, kita harus melaksanakan hukuman itu kepada Abu Dzar.” Mendengar kata-kata tersebut, setiap orang yang hadir di sana mulai menangis, karena Abu Dzar, orang yang berakhlak sempurna dan bertingkah laku sangat terpuji, merupakan cahaya dan inpirasi bagi semua penduduk Madinah.
Ketika hari ketiga itu mulai berakhir, kegemparan, kesedihan dan kekaguman orang-orang mencapai puncaknya. Tiba-tiba pemuda itu muncul. Dia datang dengan berlari dan dalam keadaan penat, berdebu dan berkeringat. “Aku mohon maaf karena telah membuat Anda khawatir,” dia berkata terengah-engah, “Maafkan aku karena baru tiba pada menit terakhir. Terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Padang pasir sangatlah panas dan perjakanan ini teramat panjang. Sekarang aku telah siap, laksanakanlah hukumanku.”
Kemudian dia berpaling kepada kerumunan massa dan berkata, “Orang yang beriman selalu menepati ucapannya. Orang yang tidak dapat menepati kata-katanya sendiri adalah orang munafik. Siapakah yang dapat melarikan diri dari kematian, yang pasti akan datang cepat atau lambat? Apakah saudara-saudara berpikir bahwa aku akan menghilang dan membuat orang-orang berkata, “Orang-orang Islam tidak kagi menepati ucapannya sendiri?”
Kerumunan massa itu kemudian berpaking kepada Abu Dzr dan bertanya apakah ia sudah mengetahui sifat yang terpuji dari pemuda tersebut. Abu Dzar menjawa, “Tidak, sama sekali. Tetapi, saya tidak merasa mampu untuk menolaknya ketika dia memilih saya, karena hal itu sesuai dengan asas-asas kemuliaan. Haruskah saya menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tak ada lagi perasaan haru dan kasih sayang yang tersisa dalam Islam?”
Hati dan perasaan kedua penuduh itu tersentuh dan bergetar. Mereka lalu menarik tuduhannya, seraya berkata, “Apakah kami harus menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tiada lagi rasa belas kasihan di dalam Islam?”
“Walaupun di sana tidak ada saksi sama sekali, Allah, Yang selalu Hadir, mengetahui bahwa mereka berdua berkata yang sebenr-benarnya, ” kata si tertuduh itu.
“Aku sangat menyesal ayah mereka terbunuh di tanganku. Aku orang dusun. Aku tiba di Madinah tadi pagi untuk berziarah ke makam Rasullulah saw. Di pinggir kota, aku turun dari kudaku untuk menyucikan diri dan berwudhu. Kudaku mulai memakan ranting-ranting pohon kurma yang bergelantungan melewati tembok. Segera setelah aku melihatnya, aku menarik kuda menjahui ranting-ranting tersebut. Pada saat itu juga, seorang laki-laki tua yang sedang marah mendekatiku dengan membawa sebuah batu yang besar. Dia melemparkan batu itu ke kepala kidaku, dan kudaku langsung mati. Karena itu aku sangat menyayangi kuda itu, aku kehilangan kendali diri. Aku mengambil batu itu dan melemparkannya kembali ke orang tersebut. Dia roboh dan meninggal. Jika aku ingin melarikan diri, aku dapat saja melakukannya, tetapi kemana? Jika aku tidak mendapatkan hukuman di sini, di dunia ini, aku pasti akan mendapatkan hukuman yang abadi di akhirat nanti. Aku tidak bermaksud membunuh orang itu, tetapi
kenyataannya dia mati di tanganku. Sekarang tuanlah yang berhak mengadili aku.”
Khalifah berkata, “Engkau telah melakukan membunuh. Menurut hukum Islam, engkau harus menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang telah engkau lakukan.”
Walaupun pernyataan itu berati satu pengumuman kematian, pemuda itu tetap bersabar; dan dengan tenang dia berkata, “Kalau begitu, laksanakanlah. Namun, aku menanggung satu tanggung jawab untuk menyimpan harta kekayaan anak yatim yang harus aku serahkan kepadanya bial ia telah cukup umur. Aku menyimpan harta tersebut di dalam tanah agar aman. Tak ada seorangpun yang tahu letaknya kecuali aku. Sekarang aku harus menggakinya dan menyerahkan harta tersebut kepada pengawasan orang lain. Kalau tidak, anak yatim itu akan kehikangan haknya. Beri aku tiga hari untuk pergi ke desaku dan menyelesaikan masalah ini.”
Umar menjawab, “Permintaanmu tidak dapat dipenuhi kecuali ada orang lain yang bersedia menggatikanmu dan menjadi jaminan untuk nyawamu.”
“Wahai Amirul Mukminin,” kata pemuda tersebut, “Aku dapat melarikan diri sebelumnya jika aku mau. hatiku sarat dengan rasa takut kepada Allah; yakinlah bahwa aku akan kembali.”
Khalifah menolak permintaan itu atas dasar hukum. Pemuda itu memandang kepada para pengkut Rasullulah saw, yang mulia yang berkerumun di sekeliling khalifah. Dengan memilih secara acak, ia menunjuk Abu Dzar Al-Ghifari dan berkata, “Orang ini akan menjadi jaminan bagiku.” Abu Dzar adalah salah satu saeorang sahabat Rasulullah saw, yang paling dicintai dan disegani. Tanpa keraguan sedikit pun, Abu Dzar setuju untuk menggantikan pemuda itu.
Si tertuduh pun dibebaskan untuk sementara waktu. Pada hari ketiga, kedua penggugat itu kembali ke sidang khalifah. Abu Dzar ada di sana, tetapi tertuduh itu tidak ada. Kedua penuduh itu berkata: “Wahai Abu Dzar, anda bersedia menjadi jaminan bagi seseorang yang tidak anda kenal. Seandainya dia tidak kembali, kami tidal akan pergi tanpa menerima pengganti darah ayah kami.”
Khalifah berkata: “Sungguh, bila pemuda itu tidak kembali, kita harus melaksanakan hukuman itu kepada Abu Dzar.” Mendengar kata-kata tersebut, setiap orang yang hadir di sana mulai menangis, karena Abu Dzar, orang yang berakhlak sempurna dan bertingkah laku sangat terpuji, merupakan cahaya dan inpirasi bagi semua penduduk Madinah.
Ketika hari ketiga itu mulai berakhir, kegemparan, kesedihan dan kekaguman orang-orang mencapai puncaknya. Tiba-tiba pemuda itu muncul. Dia datang dengan berlari dan dalam keadaan penat, berdebu dan berkeringat. “Aku mohon maaf karena telah membuat Anda khawatir,” dia berkata terengah-engah, “Maafkan aku karena baru tiba pada menit terakhir. Terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Padang pasir sangatlah panas dan perjakanan ini teramat panjang. Sekarang aku telah siap, laksanakanlah hukumanku.”
Kemudian dia berpaling kepada kerumunan massa dan berkata, “Orang yang beriman selalu menepati ucapannya. Orang yang tidak dapat menepati kata-katanya sendiri adalah orang munafik. Siapakah yang dapat melarikan diri dari kematian, yang pasti akan datang cepat atau lambat? Apakah saudara-saudara berpikir bahwa aku akan menghilang dan membuat orang-orang berkata, “Orang-orang Islam tidak kagi menepati ucapannya sendiri?”
Kerumunan massa itu kemudian berpaking kepada Abu Dzr dan bertanya apakah ia sudah mengetahui sifat yang terpuji dari pemuda tersebut. Abu Dzar menjawa, “Tidak, sama sekali. Tetapi, saya tidak merasa mampu untuk menolaknya ketika dia memilih saya, karena hal itu sesuai dengan asas-asas kemuliaan. Haruskah saya menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tak ada lagi perasaan haru dan kasih sayang yang tersisa dalam Islam?”
Hati dan perasaan kedua penuduh itu tersentuh dan bergetar. Mereka lalu menarik tuduhannya, seraya berkata, “Apakah kami harus menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tiada lagi rasa belas kasihan di dalam Islam?”
Kemuliaan Dibalik Kebencian
Entah apa yang menjadi alasan namun itulah wujud kebencian yang terpendam yang siap meledak. Ada jiwa yang merasa tersakiti, menyimpan dendam begitu erat yang ingin dimuntahkan. Bagi yang menyakiti membuat dirinya menjadi was-was karena akan ada balasan bagi dirinya. Anak-anak itu adalah gambaran betapa kebencian bisa menjangkiti siapapun dan mampu menularkan kebencian kepada orang lain.
Bila dipahami lebih mendalam sesungguhnya kebencian bukanlah semata-mata sumber dendam dan kemarahan, bukanlah murka dan juga bukan kutukan bagi manusia. Dibalik kebencian ada kemuliaan yang mengajarkan kepada kita bahwa hidup akan menjadi terasa sejuk nan indah bila dihiasi dengan cinta dan kasih sayang. Disetiap kejadian yang membuat kita menumpahkan air mata sekalipun selalu membawa pesan kemuliaan bagi hidup kita mengajarkan agar cinta dan kasih sayang digunakan sebagai cara membalas melawan kemarahan dan kebencian.
Banyak orang yang mengatakan bahwa cinta dan kasih sayang tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah kehidupan umat manusia dimuka bumi. Namun saya menyakini selain tugas kita berusaha dan berdoa agar kebencian tidak menjadi virus yang menyebar, diperlukan sebuah kesabaran untuk menyebarkan cinta dan kasih sayang sebagai pilihan dalam menemukan solusi dalam menghadapi masalah kehidupan kita. Mensucikan jiwa dari kebencian membuat hidup kita senantiasa menjadi orang yang beruntung. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
'Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. 91: 9-10).
Bila dipahami lebih mendalam sesungguhnya kebencian bukanlah semata-mata sumber dendam dan kemarahan, bukanlah murka dan juga bukan kutukan bagi manusia. Dibalik kebencian ada kemuliaan yang mengajarkan kepada kita bahwa hidup akan menjadi terasa sejuk nan indah bila dihiasi dengan cinta dan kasih sayang. Disetiap kejadian yang membuat kita menumpahkan air mata sekalipun selalu membawa pesan kemuliaan bagi hidup kita mengajarkan agar cinta dan kasih sayang digunakan sebagai cara membalas melawan kemarahan dan kebencian.
Banyak orang yang mengatakan bahwa cinta dan kasih sayang tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah kehidupan umat manusia dimuka bumi. Namun saya menyakini selain tugas kita berusaha dan berdoa agar kebencian tidak menjadi virus yang menyebar, diperlukan sebuah kesabaran untuk menyebarkan cinta dan kasih sayang sebagai pilihan dalam menemukan solusi dalam menghadapi masalah kehidupan kita. Mensucikan jiwa dari kebencian membuat hidup kita senantiasa menjadi orang yang beruntung. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
'Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. 91: 9-10).
Rencana Tuhan Pasti Indah
Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.
Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut: "Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas."
Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ibu memanggil; " anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan ibu. "
Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.
Kemudian ibu berkata:"Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya.
Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan.
Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah;
"Allah, apa yang Engkau lakukan? "
Ia menjawab:
" Aku sedang menyulam kehidupanmu."
Dan aku membantah," Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?"
Kemudian Allah menjawab," HambaKU, kamu teruskan pekerjaanmu, dan AKU juga menyelesaikan pekerjaanKU di bumi ini. Satu saat nanti kamu akan menyadari betapa AKU sudah mempersiapkan kehidupan yang terbaik buatmu, dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu."
Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut: "Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas."
Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ibu memanggil; " anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan ibu. "
Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.
Kemudian ibu berkata:"Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya.
Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan.
Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah;
"Allah, apa yang Engkau lakukan? "
Ia menjawab:
" Aku sedang menyulam kehidupanmu."
Dan aku membantah," Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?"
Kemudian Allah menjawab," HambaKU, kamu teruskan pekerjaanmu, dan AKU juga menyelesaikan pekerjaanKU di bumi ini. Satu saat nanti kamu akan menyadari betapa AKU sudah mempersiapkan kehidupan yang terbaik buatmu, dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu."
Dampak Globalisasi pada Kehidupan
Sungguh, hari ini kita hidup di sebuah bola dunia yang sedemikian sempit. Beragam peristiwa, di belahan bumi lain, dengan mudah kita ketahui. Bahkan, dalam detik yang sama. Bumi menjadi begitu dekat. Tiada jarak signifikan yang memisahkan satu negeri dari negeri lain, satu wilayah dari wilayah lain. Seolah dunia adalah satu dan padu. Sekat-sekat teritori, kini, menjadi maya. Tak mampu menjadi batas perkasa pembeda sebuah bangsa.
Mengapa demikian? Globalisasi jawabnya. Itulah kata sakti yang kerap digunakan untuk menggambarkan fenomena transparan yang telah, sedang, dan akan terus berlangsung di planet bumi ini. Globalisasi adalah kata yang sangat lekat dengan kehidupan manusia. Sebuah keniscayaan karena sifatnya yang senantiasa mengikut sunatullah. Tidak pernah berubah.
"Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan penggantian bagi sunah Allah, dan sekali-kali tidak pula akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu." (QS 35 [Fathir]: 43). Ada banyak hal positif yang didapat dari proses globalisasi ini. Karena itu, patut untuk disyukuri.
Namun, di sisi lain, bukan berarti globalisasi tidak memiliki dampak negatif bagi hidup dan kehidupan penduduk bumi. Sangat nyata ketika globalisasi dipersepsi sebagai westernisasi, ketimpangan, dan deskripsi eksistensi manusia menjadi rapuh. Upaya mem-'barat'-kan semua penjuru bumi menjadi persoalan bagi kemanusiaan.
Bila demikian, satu hal mendasar yang pasti akan terjadi adalah hilangnya identitas dan jati diri. Rasulullah SAW pernah mengingatkan, "Akan datang suatu masa pada perjalanan hidup manusia, di mana perhatiannya melulu tertuju pada urusan perut. Kemuliaan mereka hanyalah diukur dengan benda (materi) semata. Kiblat mereka adalah wanita. Agama mereka adalah emas dan perak. Sungguh, mereka itu makhluk Allah yang paling buruk, tiada bernilai di sisi Allah." (HR Imam Dailami).
Lantas, bagaimana kita menghadapi gelombang negatif globalisasi yang tak bisa dihentikan ini? Perkuat identitas diri dan negeri. Itulah caranya meski terkesan paradoks. Bahkan, Tun Mahathir Mohammad, mantan perdana menteri Malaysia, pernah mengatakan bahwa untuk menghadapi globalisasi kita harus memperkuat nasionalisme. Identitas diri sebagai bangsa.
Kita baru punya nilai dan identitas, kalau kita merupakan bagian dari sebuah keterhubungan dengan Yang Mahakuasa, kemudian kita betul-betul bisa menjadi pemakmur bumi, dan kita berani berperang untuk mempertahankan kedua hal tersebut. Berperang itu dalam arti luas, seperti ghazwul fikri dan muamalah.
Marilah kita berupaya sekuat daya untuk menjadikan diri dan negeri kita terus memiliki jati diri. Bangga dengan kepribadian yang ada. Tidak terperangkap oleh kata modern sebagai topeng westernisasi.
Dalam Islam seseorang tidak diperintahkan untuk mematikan kecenderungan hawa nafsunya sepanjang dalam memenuhinya masih dalam aturan yang benar menurut Allah SWT.
Tidak salah kalau seseorang ingin kaya, punya ambisi kedudukan, jabatan dan lain-lain sepanjang bisa ditempuh dengan jalan yang diridhai-Nya. Yang tidak dimungkinkan dalam Islam adalah, bila dalam memenuhi keinginannya ia tempuh dengan menghalalkan segala macam cara dengan melanggar aturan dan hukum-Nya.
Ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ummu Salmah, istri Rasulullah SAW, tentang bagaimana keimanan itu bisa mengendalikan ego seseorang. Dikisahkan ada dua orang laki-laki, mereka bertengkar memperebutkan harta waris, masing-masing tidak memiliki bukti kepemilikan harta yang diperebutkan itu. Lantas keduanya menghadap Rasulullah SAW untuk meminta keputusan Beliau.
Rasulullah SAW kepada mereka berdua menyatakan: Saya ini hanyalah seorang manusia, sementara kalian mencoba meminta penyelesaian proses hukum ini kepada saya, padahal boleh jadi seseorang di antara kalian akan mampu dengan dalil-dalil dan pendekatannya meyakinkan kepada saya bahwa dialah yang paling benar, sehingga saya bisa memutuskan bahwa itu milik dia, padahal itu belum tentu benar. Kalau itu yang terjadi maka berarti saya telah memberikan kepada dia peluang untuk menyiapkan bara api neraka jahnnam sepenuh perut dia. "Mereka yang memakan harta anak yatim dengan cara yang zalim maka sama dengan dia telah menyiapkan bara api sepenuh perutnya" (An Nissa', 4 : 10).
Mendengar pernyataan Rasulullah SAW ini, maka kedua laki-laki tadi kemudian masing-masing mengatakan kepada yang lain, kalau memang itu adalah hak saya, maka saya ikhlas untukmu, silakan ambil. Yang satu seperti itu yang lain pun demikian. Akhirnya mereka sama-sama tidak mau mengambil haknya. (HR. Sunan Abu Daud).
Seperti inilah jika keimanan yang menjadi pijakan hidup seseorang. Ada kisah lain yang serupa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi SAW pernah mengisahkan kepada para sahabat tentang dua orang mu'min yang satu menjual tanah kepada yang lain. Usai proses pembelian, si pembeli kembali lagi dengan membawa satu kotak peti berisi emas dengan mengatakan; Setelah saya membeli tanah kebetulan saya menggali tanah itu kutemukan satu kotak peti berisi Emas. Karena saya hanya membeli dan membayar harga tanah, berarti tidak termasuk emas yang ada di dalam peti ini. Maka dari itu saya kembalikan kotak peti berisi emas ini.
Si penjual tanah tidak mau menerima dengan mengatakan, saya sudah menjual tanah dengan segala yang ada di dalamnya. Akhirnya, keduanya sepakat untuk menemui seseorang untuk meminta keputusan. Maka berkatalah orang yang dipercayakan oleh kedua orang itu, adakah kalian berdua punya anak ? Yang satu menyatakan, saya punya anak laki-laki. Yang satunya lagi, saya punya anak perem-puan. Lebih lanjut, seseorang yang dipercaya itu mengatakan, kalau begitu nikahkan saja anak kalian berdua dan emas itu untuk modal anak kalian berdua. Maka barulah keduanya sepakat.
Alangkah luar biasa dampak keimanan dalam mengendalikan egoisme manusia. Dan alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini jika masing-masing manusia memiliki keimanan yang kuat sehingga dia mampu mengendalikan kecenderungan “ego” yang ada dalam dirinya sekaligus mementahkan bisikan Iblis yang menyesatkan.
Mengapa demikian? Globalisasi jawabnya. Itulah kata sakti yang kerap digunakan untuk menggambarkan fenomena transparan yang telah, sedang, dan akan terus berlangsung di planet bumi ini. Globalisasi adalah kata yang sangat lekat dengan kehidupan manusia. Sebuah keniscayaan karena sifatnya yang senantiasa mengikut sunatullah. Tidak pernah berubah.
"Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan penggantian bagi sunah Allah, dan sekali-kali tidak pula akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu." (QS 35 [Fathir]: 43). Ada banyak hal positif yang didapat dari proses globalisasi ini. Karena itu, patut untuk disyukuri.
Namun, di sisi lain, bukan berarti globalisasi tidak memiliki dampak negatif bagi hidup dan kehidupan penduduk bumi. Sangat nyata ketika globalisasi dipersepsi sebagai westernisasi, ketimpangan, dan deskripsi eksistensi manusia menjadi rapuh. Upaya mem-'barat'-kan semua penjuru bumi menjadi persoalan bagi kemanusiaan.
Bila demikian, satu hal mendasar yang pasti akan terjadi adalah hilangnya identitas dan jati diri. Rasulullah SAW pernah mengingatkan, "Akan datang suatu masa pada perjalanan hidup manusia, di mana perhatiannya melulu tertuju pada urusan perut. Kemuliaan mereka hanyalah diukur dengan benda (materi) semata. Kiblat mereka adalah wanita. Agama mereka adalah emas dan perak. Sungguh, mereka itu makhluk Allah yang paling buruk, tiada bernilai di sisi Allah." (HR Imam Dailami).
Lantas, bagaimana kita menghadapi gelombang negatif globalisasi yang tak bisa dihentikan ini? Perkuat identitas diri dan negeri. Itulah caranya meski terkesan paradoks. Bahkan, Tun Mahathir Mohammad, mantan perdana menteri Malaysia, pernah mengatakan bahwa untuk menghadapi globalisasi kita harus memperkuat nasionalisme. Identitas diri sebagai bangsa.
Kita baru punya nilai dan identitas, kalau kita merupakan bagian dari sebuah keterhubungan dengan Yang Mahakuasa, kemudian kita betul-betul bisa menjadi pemakmur bumi, dan kita berani berperang untuk mempertahankan kedua hal tersebut. Berperang itu dalam arti luas, seperti ghazwul fikri dan muamalah.
Marilah kita berupaya sekuat daya untuk menjadikan diri dan negeri kita terus memiliki jati diri. Bangga dengan kepribadian yang ada. Tidak terperangkap oleh kata modern sebagai topeng westernisasi.
Dalam Islam seseorang tidak diperintahkan untuk mematikan kecenderungan hawa nafsunya sepanjang dalam memenuhinya masih dalam aturan yang benar menurut Allah SWT.
Tidak salah kalau seseorang ingin kaya, punya ambisi kedudukan, jabatan dan lain-lain sepanjang bisa ditempuh dengan jalan yang diridhai-Nya. Yang tidak dimungkinkan dalam Islam adalah, bila dalam memenuhi keinginannya ia tempuh dengan menghalalkan segala macam cara dengan melanggar aturan dan hukum-Nya.
Ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ummu Salmah, istri Rasulullah SAW, tentang bagaimana keimanan itu bisa mengendalikan ego seseorang. Dikisahkan ada dua orang laki-laki, mereka bertengkar memperebutkan harta waris, masing-masing tidak memiliki bukti kepemilikan harta yang diperebutkan itu. Lantas keduanya menghadap Rasulullah SAW untuk meminta keputusan Beliau.
Rasulullah SAW kepada mereka berdua menyatakan: Saya ini hanyalah seorang manusia, sementara kalian mencoba meminta penyelesaian proses hukum ini kepada saya, padahal boleh jadi seseorang di antara kalian akan mampu dengan dalil-dalil dan pendekatannya meyakinkan kepada saya bahwa dialah yang paling benar, sehingga saya bisa memutuskan bahwa itu milik dia, padahal itu belum tentu benar. Kalau itu yang terjadi maka berarti saya telah memberikan kepada dia peluang untuk menyiapkan bara api neraka jahnnam sepenuh perut dia. "Mereka yang memakan harta anak yatim dengan cara yang zalim maka sama dengan dia telah menyiapkan bara api sepenuh perutnya" (An Nissa', 4 : 10).
Mendengar pernyataan Rasulullah SAW ini, maka kedua laki-laki tadi kemudian masing-masing mengatakan kepada yang lain, kalau memang itu adalah hak saya, maka saya ikhlas untukmu, silakan ambil. Yang satu seperti itu yang lain pun demikian. Akhirnya mereka sama-sama tidak mau mengambil haknya. (HR. Sunan Abu Daud).
Seperti inilah jika keimanan yang menjadi pijakan hidup seseorang. Ada kisah lain yang serupa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi SAW pernah mengisahkan kepada para sahabat tentang dua orang mu'min yang satu menjual tanah kepada yang lain. Usai proses pembelian, si pembeli kembali lagi dengan membawa satu kotak peti berisi emas dengan mengatakan; Setelah saya membeli tanah kebetulan saya menggali tanah itu kutemukan satu kotak peti berisi Emas. Karena saya hanya membeli dan membayar harga tanah, berarti tidak termasuk emas yang ada di dalam peti ini. Maka dari itu saya kembalikan kotak peti berisi emas ini.
Si penjual tanah tidak mau menerima dengan mengatakan, saya sudah menjual tanah dengan segala yang ada di dalamnya. Akhirnya, keduanya sepakat untuk menemui seseorang untuk meminta keputusan. Maka berkatalah orang yang dipercayakan oleh kedua orang itu, adakah kalian berdua punya anak ? Yang satu menyatakan, saya punya anak laki-laki. Yang satunya lagi, saya punya anak perem-puan. Lebih lanjut, seseorang yang dipercaya itu mengatakan, kalau begitu nikahkan saja anak kalian berdua dan emas itu untuk modal anak kalian berdua. Maka barulah keduanya sepakat.
Alangkah luar biasa dampak keimanan dalam mengendalikan egoisme manusia. Dan alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini jika masing-masing manusia memiliki keimanan yang kuat sehingga dia mampu mengendalikan kecenderungan “ego” yang ada dalam dirinya sekaligus mementahkan bisikan Iblis yang menyesatkan.
Langganan:
Postingan (Atom)